Cast: SJ’s Cho Kyuhyun // the Girl (as you) //F(x)’s  Song Qian (just mentioned)

 

NowListen==> David Choi – By my side

“Jadi, kau mau jadi pacarku?”

Pria itu tetap bergeming, menatap lekat gitarnya. Dia sama sekali tidak menatap gadis di sampingnya. Padahal gadis itu mati-matian menahan rasa malu karena telah menyatakan cintanya pada pria pujaannya.

Pria yang bahkan gadis itu tidak bisa menatap matanya langsung.

“Aku … tidak tahu” Timpal pria itu sambil menatap lurus ke depan. Entah apa yang ia tatap, hanya saja pikirannya masih kalut. Selalu kalut.

Kalut karena dihatinya hanya ada satu nama.

Song Qian.

“Hm ….” Gadis itu membalas pernyataan tidak jelas si pria dengan gumaman, seolah ia telah mengetahuinya sejak awal. Dan memang benar, itulah jawabannya. Tidak diterima, tidak ditolak. Selalu abu-abu seperti itu.

Sejujurnya ia memang tahu bahwa ia tidak mungkin langsung diterima oleh pria itu. Dihatinya hanya ada satu orang gadis , tentu  saja bukan dia orangnya. Dan sosok asing seperti dia tidak mungkin langsung bisa menggesernya begitu saja. Bodoh. Pikirnya.

Hening. Selama beberapa detik mereka berdua bernafas dalam diam. Sama-sama tak tahu apa yang harus mereka katakan.

Gadis itu menghembuskan nafas keras, lalu mencoba berdiri dari tempatnya ia duduk.

“Er … Kyuhyun~a, aku makan siang dulu, ya? Annyeong”

“Tunggu!”

Baru satu langkah ia berjalan, gadis itu sudah menghentikan langkahnya dan berbalik menatap wajah si pria. Jujur saja, saat menatap wajahnya … ada perasaan asing yang hinggap di dirinya. Sedih, kecewa, kagum dan … putus asa. Yeah, putus asa.

Sifat setia yang dimilikinya berefek buruk untukku.

“Maaf, tapi ….” Pria itu masih duduk, namun ia mulai menatap wajah gadis itu. “Er … bisakah kau menungguku?”

“ya?” Gadis itu bingung. Menunggu? Apa yang harus ia tunggu? Seingatnya, ia tidak sedang berada di waiting room.

Pria itu tersenyum, ia menepuk-nepuk tempat duduk disebelahnya. Memberi isyarat pada gadis itu supaya kembali duduk disampingnya.

Dengan sedikit kikuk, akhirnya gadis itu duduk kembali. Sebenarnya ia masih terpesona dengan senyum pria itu meski hanya beberapa detik. Seingatnya, ini pertama kalinya pria itu tersenyum padanya. Selama ini wajahnya datar, ekspresinya flat. Teman-temannya bilang pria itu berubah sejak tunangannya meninggal. Meninggal di tangannya. Tapi tak ada satupun dari teman-temannya yang bersedia menceritakan kematian Song Qian secara detil pada gadis itu. Dan kata-kata Meninggal di tangannya masih menjadi misteri bagi gadis itu. Dan rasa penasaran nyaris membuatnya mati frustasi.

“Aku yakin setiap orang pasti mempunyai satu atau dua luka di hatinya. Dan meskipun lukanya perlahan menghilang, tapi bekasnya akan membekas permanen” Angin sejuk berhembus menerpa wajahnya, memberikan beberapa detik jeda saat ia bicara. “ Mungkin itu sebabnya setiap orang memiliki rahasia, jadi … uhm, maukah kau menungguku?” Ujarnya sambil menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. “Yeah, siapa tahu kita bisa bersama nanti, kau mengertikan maksudku?”

Wajah gadis itu mendadak merah padam. Ia mengerti benar apa yang pria itu maksudkan.

“Baiklah, hitung-hitung melatih kesabaran” Sahutnya enteng. “Tapi, aku tidak biasa berharap pada sesuatu yang tidak jelas, Kyuhyun sshi” Lanjutnya, jujur. Memang, gadis itu tidak pernah berharap pada ketidakpastian. Semua yang membuatnya berharap hanya akan membawa kecewa baginya. Setidaknya itu yang masa lalunya ajarkan padanya.

Soal menunggu, okelah. Tapi berharap? Sepertinya tidak. Sedangkan dalam menunggu seseorang, ‘berharap’ pasti berjalan seiringan dengan ‘menunggu’.

Lagi-lagi ia – Kyuhyun- tersenyum. Gadis itu merasakan sesuatu berdesir di dalam dadanya. Bahkan untuk semacam senyum simpul saja, Kyuhun mampu membuat gadis itu kelimpungan.

Dan saat pria itu mulai mengacak-ngacak rambutnya sayang, jantung gadis itu seakan meloncat-loncat ingin keluar dari tempatnya. “Setidaknya jika kau terus bersamaku, kau bisa memperkecil kemungkinan hal yang terburuk terjadi” Ujarnya. “Lagipula, jika aku terus begini … dia tidak akan tenang. Kau tahu? aku selalu bermimpi ia menangis di sudut gelap. Rasanya … seperti disilet sampai kau mati”

Sekilas, gadis itu melihat kesedihan berkecamuk di mata gelapnya. Begitu dalam, dan sakit. Mungkin ini terlalu berlebihan, tapi rasa sakitnya seolah mencabik hatinya juga. Bahkan membayangkan ‘bagaimana jika aku ada di posisinya?’ saja membuatnya ingin menangis.

“Oke, baiklah Kyuhyun … ~a. mulai saat ini, kau selalu ada di sampingku. Soal kau mencintaiku atau tidak urusan nanti” Gadis itu berdiri dari tempat duduknya, “Jika suatu saat kau mencintaiku, anggap saja aku mendapatkan undian berhadiah jalan-jalan ke Prancis, bagaimana?”

Pria itu ikut berdiri, lalu mereka berdua berjalan beriringan menuju kantin. “He? Prancis? Jadi prancis sama menggodanya denganku?” Goda pria itu. Perlahan ia mulai menampilkan sifat narsisnya lagi.

“Sebenarnya, menara Eiffel jauh lebih indah, kau tahu?”

Pria itu mengangguk, “Jadi, pernyataan yang tadi itu salah sambung ya?”

“Apa?”

“Waktu kau bertanya maukah aku jadi pacarmu, sebenarnya itu pernyataan untuk menara Eiffel. Bukankah begitu, hm?”

Dan kali ini godaan pria itu membuat wajah si gadis merah padam. Ia benci saat peristiwa paling memalukan itu diulang-ulang.

“Dicium tas gendongku, mau?”