Author : Mirrellia
Title : Angel Inside
Length : One Shot
Genre : Romance
Cast : Mir MBLAQ, Goo Sa Rang / Eyl

 Surga memang indah, namun tak ada seorang pun yang tahu bahwa ada duka di balik itu semua.Ketika surga menutup pintunya untuk dirimu, maka satu-satunya hal yang berlaku adalah bumi. Surga dunia yang tidak akan pernah kekal sampai kapanpun juga.

Chapter I #Eyl is Me# [Goo Sa Rang POV]

Apakah kau percaya dengan surga? Percayakah kau dengan sesuatu yang di sebut dengan keajaiban? Jika tidak berarti kau adalah salah satu manusia bodoh yang hidup di bumi. Ah, tidak bukan berarti aku adalah manusia pintar dan berhak menilai orang lain bodoh. Karena pada nyatanya aku adalah seorang malaikat yang hidup di dunia. Di bumi, tempat di mana semua manusia serakah dan manusia baik bercampur menjadi satu. Lalu, senangkah aku menjadi malaikat? Jawabannya tidak.

Ada banyak peraturan, banyak hal yang harus di selaraskan di sepanjang kehidupanku sebagai malaikat. Dan sayangnya aku bukanlah malaikat yang mampu menyeimbangkan hidupku sendiri dengan baik. Mungkin, aku tidak pantas menjadi bagian dari makhluk bersayap putih itu. Yah, setidaknya aku masih memiliki sayap sekalipun sayapku rapuh.

Sayapku tak memiliki kekuatan. Tidak cukup kuat untuk bertahan di surga, membuatku di usir dan pergi ke bumi melaksanakan tugasku. Tugas mencabut nyawa manusia. Aku suka? Tidak sama sekali. Itu menyebalkan, rasanya ada yang hilang atau sesuatu yang menyayat menusuk hatiku. Ku akui aku bukanlah malaikat yang berhati lembut, aku lebih bersikap tidak peduli pada apapun. Tapi sayangnya mencabut nyawa manusia adalah hal yang paling ku pedulikan. Lebih dari hidupku sendiri mungkin.

Aku membuyarkan lamunannku dan focus berjalan di tangga koridor. Kau bingun aku di mana? Yah, tentu saja. Karena aku hidup di dunia manusia maka aku harus hidup layaknya seperti manusia. Aku makan, aku minum bahkan aku bisa berpura-pura tidur. Dan sialnya lagi aku harus bersekolah layaknya manusia yang mempunyai wajah seumurku. Aku, belajar di Kyunghee University. Mengambil jurusan sastra dan berpura-pura tidak tahu apa-apa tentang hal itu semua. Ck, jangan bercanda bahkan dengan menutup mata sekalipun aku bisa memahami semua hal dengan baik.

Kya!!!

Aku berteriak keras saat ku rasakan tubuhku tergelincir. Namun hal yang ku duga tidak terjadi. Ku pikir aku akan jatuh dan meremukkan badanku sendiri. Tapi ternyata tidak, ada seseorang yang menangkap tubuhku dengan baik. Bahkan dia dengan sigapnya mampu menahan berat tubuhku di atas tangga seperti ini.

“Gwaenchana?” tanyanya dan melepaskan tangannya yang berada di pundakku. Aku melihat wajahnya dan ternyata Cheol Young – atau yang biasa di panggil Mir yang menolongku.

“Ah, ne gwaenchana. Kamsahamnida.” Kataku dan membungkuk hormat kepadanya. Dia Mir, seniorku di jurusan yang sama. Tidak ada yang tidak mengenalnya. Tampan dan terkenal. Dia memiliki mata dan postur tubuh yang bagus, membuat semua yeoja yang ada di sini akan berpikir dua kali untuk mengacuhkannya. Bahkan yang ku dengar dia memiliki perkebunan gingseng terbesar di korea. Yah, bisa kau bayangkan sekaya apa dirinya di usia muda.

“Jika ku lihat kau sering sekali terpeleset.” Katanya dan aku mengernyit heran. He? Dia memperhatikanku kah?

“Jinja? Aku saja tidak menyadarinya.” Balasku pelan dan dia terkekeh.

“Lagipula bawaanmu banyak sekali.” Katanya lagi dan menunjuk tumpukan buku yang ku bawa. Yah, memang benar aku membawa setumpuk buku yang akan ku kembalikan ke perpustakaan. Aku suka sekali membaca buku-buka karya manusia. Imajinasi mereka bahkan melampaui apa yang terjadi di dunia malaikat yang sebenarnya.

“Ah, kau benar. Minggu lalu aku tidak sempat mengembalikannya.”

“Mau kubantu?” tawarnya dan aku menggeleng cepat. Aku tidak terbiasa di bantu oleh siapapun.

“Sudahlah, jika di bantu pasti senang kan?” katannya lagi dan mengambil buku-buku itu dari tanganku. Berjalan di depanku dan mengedikkan kepalanya agar mengikuti langkahnya. Sial, aku hanya bisa menurut jika sudah seperti ini. Dia, terlalu menarik bagiku.

***

Seperti yang sudah ku bilang, aku adalah malaikat. Malaikat gagal sih sebenarnya. Karena ketika malaikat yang lain berada di surga, aku malah berada di bumi dan hidup seperti orang tolol. Ck, ini memuakkan ku rasa mengingat menjadi manusia itu tidak bisa melakukan segala sesuatunya dengan instan.

Di surge aku biasa di panggil Eyl, sebuah nama yang di berikan khusus oleh salah satu pemimpin malaikat. Aku tidak benar- benar tahu arti nama tersebut, tapi ku pikir aku cukup suka dengan nama itu. Tapi sayangnya karna aku hidup di dunia manusia aku terpaksa memakai nama Goo Sa Rang. Ck, ini keterlaluan ku rasa.

Pip!

Aku tersentak kaget ketika gelang perak yang ku pakai mengeluarkan seberkas sinar dari mata rantainya. Yah, ini gelang penghubungku dengan pemimpin yang berada di surga. Lebih tepatnya seperti alat komunikasi dan hanya malaikat yang mampu menggunakan gelang ini sebagaimana mestinya.

“Ini tugas pertamamu. Jalankan dengan baik.” Seru sebuah suara yang berasal dari gelang tersebut. Gelang yang aneh he? Hm, mungkin mengingat aku hidup di dunia manusia.

“Pukul berapa?” tanyaku acuh. Tak peduli bahwa yang berbicara denganku adalah pimpinan malaikat.

“Pukul 7 di kawasan Myeongdong. Ingat kau tidak boleh gagal. Semakin banyak kau gagal, semakin lama kau tinggal di dunia manusia. Terlebih lagi, kau akan menua.” Jawabnya memperingatkanku.

“Yeah, kau tenang saja.” Kataku lagi dan seketika itu juga sinar dari gelang yang ku pakai lenyap.

Aku menghela nafas panjang dan beranjak menuju kamarku. Aku tinggal sendiri di dunia, tidak di beri keluarga juga tidak di beri teman. Aish, mereka itu kejam sekali padaku. Sebenarnya kesalahanku tidak terlalu fatal. Yah, hanya jatuh cinta dan sialnya aku jatuh cinta pada seorang iblis bernama Max, atau biasa di panggil Shim Changmin. Dia tampan, tinggi dan tingkat kejahatannya di atas rata-rata iblis normal. Aku sendiri tidak tahu mengapa bisa jatuh cinta padanya, mungkin hanya karna dia tampan? Entahlah. Itu semua rumit.

Perasaanku pun di ketahui karena iblis bernama Mirrelle mengadukan kelakuanku kepada pimpinan malaikat. Dia juga iblis dan sayangnya dia lebih kejam dari siapapun, yah jadi pantas saja jika dia mampu memimpin dunia iblis dengan baik. Kejahatannya tidak tertandingi oleh siapapun sepertinya. Dia melaporkanku dan melihatkan isi pikirannya. Sejujurnya dia di beri berkah yang luar biasa sekalipun dia iblis. Dia mampu membaca hati orang lain dan dia membaca isi hatiku sesuka hatinya. Yah, wajar sih karena dia mencintai Max. Jadi ku rasa dia tidak ingin aku mendekati pria pujaannya. Lagipula, malaikat tidak mungkin bersama dengan iblis.

Aku di hempaskan dan pemimpin malaikat melemahkan sayapku. Aku tak mampu terbang terlalu tinggi dan satu hal lagi, aku tidak di beri kesempatan untuk membela diri. Iblis bernama Mirrelle itu terlalu marah padaku mungkin karena sejujurnya aku berhasil membuat Max jatuh cinta padaku sekalipun hanya sementara. Dia dengan segala akal liciknya membuat pemimpin malaikat mengusirku ke bumi. Itu keterlaluan sebenarnya. Aku menolak? Tentu saja. Hidup di dunia adalah hal yang paling menjijikkan yang pernah ku ketahui. Terlebih lagi atas kebodohan malaikat bernama Lee Hana, jiwanya sudah menjadi Elf tapi dia dengan beraninya menjual jiwanya pada iblis. Menyedihkan.

“Kapan kau akan melaksanakan tugasmu ha?” aku  menoleh dan seorang malaikat cantik bernama Cho Eun Hye berdiri indah di balkon kamarku.

“Ck, sabarlah. Sebentar lagi.” Sahutku dan dengan sebuah jentikkan jari sayap putihku pun terbentang lebar.

“Semakin parah sayapmu. Semakin lemah.” Ejek Eun Hye lagi dan aku hanya bisa mendengus kasar.

“Bukan urusanmu. Lagipula kau mengapa berkeliaran di sekitarku sih? Ck, tinggal di surga jauh lebih menyenangkan.” Desisku tajam dan mengucapkan lagi sebuah mantra hingga tubuhku pun berbalut dress putih pendek. Tampilan cantik dari seorang malaikat.

“Mengamatimu Eyl. Sejauh mana kau bisa melaksanakan tugasmu dengan baik.” Jawabnya sambil terkekeh.

“Yeah, menceramahiku lagi sepertinya. Sudahlah, ini juga baru tugas pertamaku. Tidak perlu repot-repot.” Tukasku kasar dan berjalan ke arah balkon tempatnya berdiri.

“Tidak akan repot jika saja Mirrelle tidak bisa membaca isi hatimu. Dia tahu kau masih menginginkan Max dan kau tahu, dia akan membuat dirimu semakin lama tinggal di bumi. Kau mau itu terjadi?”

Aku memutar bola mataku dan tersenyum sinis ke arahnya.

“Mungkin dia mampu membuatku tinggal di bumi selamanya, tapi dia tidak akan pernah mampu menahanku untuk mencintai siapapun juga. Cinta itu tanpa batas Cho Eun Hye, dan batasan-batasan itulah yang selalu di buat olehnya. Batasan bahwa orang yang di benci pun mampu mencintai dengan baik.” Sahutku dan mengepakkan sayapku di udara. Well, persetan dengan gadis iblis itu.

***

Aku mengedarkan pandanganku ke sekililing kawasan ini. Banyak sekali manusia dan aku sangat benci dengan keramaian. Ini menjijikkan, berada di tengah-tengah manusia hina yang rakus dengan kekuasaan. Hm, tapi tunggu sebentar. Aku ini malaikat tapi mengapa aku memiliki pandangan negative terhadap dunia ya? Aish jinja! Persetan dengan itu semua. Aku malaikat dan itu sudah cukup untuk menghibur diriku sendiri. Tidak peduli aku tinggal di mana sekarang ini.

“Kecelakaan!” teriak seseorang dan aku agak sedikit tersentak. Yak! Bisa tidak sih tidak teriak di dekatku? Ck, ini lah tidak enaknya jika aku sedang menjadi malaikat. Tidak terlihat. Sial!

                “Dresico.” Gumamku pelan dan sebuah kertas berisikan daftar kematian muncul di tangan kananku. Ku lirik sekilas  kertas yang ku genggam dan sama sekali tidak membaca nama yang tertera di kertas itu. Aku malas mengetahuinya.

                Sebab kematian : Meninggal karena kecelakaan dan kehabisan darah.

Aku tersenyum kecut. Kematian orang baik memang beragam tapi banyak di antara mereka yang meninggal karena kecelakaan. Satu-satunya kematian yang paling mudah dan tidak terlalu menyakitkan. Oh ya, aku ini malaikat tingkat tiga. Yah, ada banyak macam malaikat jika kau ingin tahu. Tingkat paling utama dan yang paling di segani adalah ELF. Mereka golongan malaikat yang bertugas menjemput kematian jiwa yang murni dan belum tersentuh sekali dengan iblis. Jiwa-jiwa bayi ataupun anak kecil yang belum terlalu mengenal kehidupan.

Lalu di bagian manakah aku? Tentu saja aku bukan ELF. Aku terlalu hina jika harus mendapatkan gelar Elf. Menjadi bagian dari kehidupan malaikat saja aku sudah sangat senang, apalagi jika aku di izinkan menjadi Elf? Ck, ku rasa itu hanya mimpi bagiku. Mengingat diriku saja di usir seperti ini dari surga dan itu hanya karena cinta yang bodoh! Aku seorang Crie, malaikat tingkat tiga yang tidak memiliki kemampuan khusus. Kecantikan juga tidak mengikat padaku namun meskipun begitu aku adalah salah satu Crie yang cukup di kagumi. Yah, di kagumi karena mampu membuat iblis seperti Max jatuh cinta padaku. Meskipun hanya sebentar dan Max pun jatuh ke pelukan Mirrelle. Pada intinya selamanya iblis akan menjadi jodoh iblis. Ck.

Aku focus kembali pada tugasku dan terbang ke arah kerumunan orang yang tengah mengitari sesuatu. Mungkin orang yang kecelakaan itu. Hei, mana jiwanya? Belum terlepaskah?

“Dia masih hidup! Panggil ambulans!” teriak seseorang dan yang lain pun hanya dia saja. Aigo, dasar manusia-manusia bodoh. Pantas saja banyak orang baik mati. Keadaan seperti ini saja mereka tidak melakukan hal apapun.

Aku semakin mendekati kerumunan dan menatap sesosok tubuh yang tengah bersimbah darah. Tubuhnya terkulai lemas dan bisa ku dengar rintihan kecil dari dirinya. Tunggu… aku sepertinya mengenal suara ini. Aku menembus tubuh-tubuh manusia yang mengerubunginya. Dan betapa terkejutnya aku ketika melihat wajah manusia yang bersimbah darah itu. Mir.

“Kau…” katanya lirih dan aku tersentak. Dia bisa melihatku. Yah, di saat sekarat seperti ini memang manusia bisa melihat malaikat yang akan menjemputnya. Aku menatapnya nanar. Seharusnya aku mengambil nyawanya satu menit yang lalu. Tapi bibirku begitu kelu untuk mengucapkan sebuah mantra pencabut jiwa. Dia… temanku. Ah, tidak dia satu-satunya manusia yang mau menemaniku. Satu-satunya pria yang menganggapku tulus. Dia, manusia yang mengajarkanku banyak hal.

Dia tidak pernah mengatakan bahwa dia menyayangiku. Tidak pernah mengenalkan dirinya secara formal padaku. Hanya hadir di saat aku tengah sendiri. Menolongku diam-diam, mengamatiku diam-diam dan seulas senyum selalu terukir dari bibirnya. Dia, memberiku kekuatan seolah aku ini manusia. Namun, sekarang aku harus melihatnya tergeletak tak berdaya. Darah yang mengalir dari pelipisnya membuat hatiku seperti tercabik. Membuat sebuah rongga kosong yang mampu di hancurkan oleh siapapun. Aku tidak bisa mencabut nyawanya.

Inikah alasan mengapa banyak malaikat yang lenyap? Jika iya, mungkin inilah hal terhebat yang pernah ku temui. Yaitu cinta. Aku tidak mencintainya memang, namun dirinya cukup memberiku kebahagiaan yang sesungguhnya. Kebahagiaan yang diam-diam ia sembunyikan. Kebahagiaan yang muncul dari perhatian-perhatiannya selama ini. Lalu mengapa dia harus mati, mengapa orang baik sepertinya harus meninggalkan dunia lebih cepat? Untuk menolongnya kah? Atau memang dunia itu tidak pernah adil untuk siapapun.

“Lewat dari lima menit. Ck, sama dengan satu tahun umurmu terpotong di dunia ini. Menyedihkan.” Desis sebuah suara dan aku menoleh. Mirrelle. Gadis iblis itu terbang di hadapanku dengan sayapnya yang hitam pekat. Sayap sebagai prestisi kejahatannya.

“Bukan urusanmu.” Tukasku pendek dan dia tertawa mencemooh, mengibaskan rambut panjangnya dan ku akui dialah iblis tercantik yang pernah ku lihat. Kecantikan dan ketampanan mengikat abadi pada mereka.

“Yah, tapi aku lebih senang kau tidak mencabut nyawanya. Kau sayang sekali pada manusia ini kan.” Katanya lagi berusaha merayuku. Aku tahu ia ingin menggagalkan tugasku. Aku tahu ia ingin aku mati di dunia ini. Aku tahu dia membenciku di setiap pembuluh darahnya.

“Berikan saja kepingan jiwamu. Hanya satu bukan dan kau masih memiliki banyak kepingan jiwa untuk hidup di dunia ini.” Tambahnya lagi. Ya, dia benar aku memiliki kepingan jiwa untuk hidup di dunia. Aku memiliki tiga dan setiap aku memberikannya pada orang lain itu artinya sepertiga kehidupanku akan lenyap di dunia.

“Dia sekarat Goo Sa Rang.” Bisiknya padaku tepat di telinga. Membuat siapa saja akan bergidik ngeri mendengarnya. Kejahatannya, memang tak terkalahkan.

Aku menatap Mir yang masih terkulai. Bunyi sirine ambulans bergema di sekelilingku. Nada-nada cemas itu seolah berputar mengelilingiku terlebih lagi tawa Mirrelle yang meremehkanku.

Tuhan, bolehkah aku melanggar perintahMu? Ku mohon hanya untuk pria ini. Kataku dalam hati dan tawa Mirrelle semakin keras. Dia pasti membaca hatiku.

“Dvesele.” Ucapku pelan dan sebutir bola kecil bercahaya keluar dari mulutku. Ku dekatkan tubuhku ke arah Mir dan mengecup  bibirnya pelan, memasukkan bola kecil tersebut ke dalam tubuhnya.

“Tetaplah hidup, Mir.” Kataku lagi dan bergerak menjauhinya. Ku lirik sekilas Mirrelle dan dia tersenyum menang.

“Cinta he? Malaikat bodoh!” desisnya dan terbang meninggalkanku. Bodoh? Mungkin. kebodohan kedua yang ku lakukan.

Its not your fault those hands are freezing
Borne from those childish days, you carry the scars
Are you afraid to love someone?
You pretend not to see the other side of the words

Chapter II #Im Not Fine# [Mir POV]

Masih teringat jelas di dalam memori otakku bagaimana kecelakaan itu terjadi. Kecelakaan yang hampir merenggut nyawaku. Kecelakaan di mana aku melihat sosok malaikat bersayap putih di hadapanku. Sesuatu yang tak pernah terpikirkan olehku sebenarnya. Aku tak pernah percaya pada segala sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal mistis. Namun kejadia seminggu yang lalu, kejadian di mana aku tertabrak sebuah mobil membuatku mengubah pikiranku. Aku melihatnya, melihat seorang malaikat yang tengah sendu menatapku. Wajahnya memang tidak terlalu terlihat jelas, namun aku masih bisa membayangkan sinar indah yang terpancar di tubuhnya. Terlebih lagi, ketika malaikat itu mengecup bibirku. Ah, atau itu semua hanya ilusiku saja. Yah, mungkin.

Aku baru saja keluar dari rumah sakit dan aku memutuskan untuk kembali ke aktivitasku. Banyak gossip bodoh yang beredar ketika aku mengalami kecelakaan dan itu cukup membuatku sedikit muak dengan kampus ini. Tapi alasan aku tetap dan mau kembali ke kampus ini hanya satu. Hanya gadis itu, gadis bernama Goo Sa Rang. Gadis yang sampai kapanppun akan hadir di setiap inchi sel otakku. Aku tak pernah bisa menolak untuk tidak memikirkannya. Dia terlalu menarik untuk di acuhkan. Cara berjalannya, cara ia berbicara mampu membuatku tersihir begitu saja. Seperti ada magnet sihir yang membuatku untuk tetap memperhatikannya.

“Kenapa memandangku seperti itu?” tanyaku padanya ketika mendapati dirinya menatapku dengan tatapan sendu. Persis seperti malaikat itu.

“Ani.. kau percaya diri sekali.” Tukasnya dan dia berbalik pergi meninggalkanku. Ku tahan tangannya dan ia mengernyit heran. Wajahnya juga pucat akhir-akhir ini.

“Kau sakit?” tanyaku lagi dan dia memegang pipinya dengan tangannya yang bebas dari genggamanku.

“Ah, ani. Aku baik-baik saja.” Jawabnya skeptic dan menghempaskan tanganku pelan.

“Tapi wajahmu benar-benar pucat Sa Rang-ah.” Kataku lagi masih tidak mau kalah. Selalu seperti ini menunjukkan semua perhatianku untuknya. Namun bodohnya aku tak pernah berani memintanya untuk menjadi kekasihku. Terlalu sulit untuk meraihnya.

“Hanya lelah mungkin.” katanya dan hendak meninggalkanku. Aku tak menghentikannya jika ia sudah memasang wajah seperti itu. Aku mengekorinya dari belakang dan dia iba-tiba berhenti berjalan hingga aku menubruk tubuhnya yang kecil itu.

“Argh.” Erangnya dan ia mengusap punggungnya seolah ada sesuatu di sana.

“Gwaenchana?” kataku dan memegang bahunyu. Aku menatap wajahnya yang semakin pucat dan dia masih menahan sakitnya.

“Anniyo gwaenchana.” Jawabnya tersengal dan aku melihat mulutnya yang mengucapkan sesuatu dan aku tidak begitu mendengarnya.

“Mau ikut denganku?” tawarku dan dia menoleh heran. Menautkan kedua alisnya seolah aku mengucapkan hal-hal yang aneh.

“Aku tidak ingin mendapat masalah dari fansmu di kampus ini.” Katanya dan aku tertawa pelan. Ku acak-acak rambut ikalnya dan menariknya dengan segera.

“Ikut saja dan jangan protes. Arraseo?” kataku lagi dan dia mendengus pelan. Dasar gadis aneh. Seharusnya dia bersyukur aku mengajaknya kencan!

***

“Kolam renang?” tanyanya bingung saat aku mengajaknya ke kolam renang yang berada di gedung kampus. Entahlah mungkin dia bingung sekali sekarang tapi ini satu-satunya tempat yang jarang di kunjungi di kampus ini.

“Ya, ini tempat rahasiaku. Kau orang pertama yang ku beritahu.” Kataku dan dia spontan menoleh.

“Jinjayo?”

“Tidak aku berbohong.” Jawabku meledeknya dan ia mendengus kesal. Ekspresinya lucu sekali dan cukup membuat jantungku berdegup kencang melihatnya.

“Jadi apa yang akan kita lakukan di sini?” tanyanya bingung. Aku sendiri tidak tahu apa yang membuatku mengajaknya ke sini. Ini memang benar tempat rahasiaku. Tempat di mana aku sering menghabiskan waktuku tanpa di ganggu oleh orang lain. Terlebih lagi akhir-akhir ini kepalaku sering sekali sakit. Ternyata kecelakaan itu tak berdampak baik bagiku.

Aku tidak benar-benar sembuh. Entahlah rasanya ada yang aneh dengan diriku. Aku merasa seharusnya aku mati saat itu juga dan dokter pun berkata sebuah keajaiban aku bisa selamat dari kecelakaan tersebut. Terlebih lagi tidak ada cacat yang parah, bahkan seharusnya tubuhku hancur remuk karena kecelakaan itu. Aku merasa, tubuhku di tiupkan lagi jiwa yang baru.

“Hey, jangan diam saja!” tukasnya lalu berjalan di tepi pinggir kolam. Menendang riak air yang bergerak di bawah kakinya.

“Ya, ya. Jadi…” belum sempat aku berbicara gadis itu tiba-tiba sudah jatuh ke dalam kolam.

“Kya!!!” jeritnya dan ku lihat tangannya menggapai-gapai ke atas.

“Hey jangan bercanda!” teriakku ke arahnya. Aku sendiri hanya terdiam dan ku rasa dia hanya pura-pura tenggelam.

“To..loNG aku!” teriaknya masih berusaha menggapaikan tangannya ke udara. Sedetik kemudian aku tersadar bahwa dia tidak sedang bercanda.

Aku berlari ke arahnya dan menyeburkan diri ke kolam. Tak ku pedulikan tubuhku yang basah karena satu-satunya yang ku pikirkan keselamatan gadis tersebut. Ku raih tubuhnya yang setengah tenggelam dan langsung memeluknya kea rah tubuhku.

“Ya! Kenapa kau bisa terjatuh sih!” bentakku dan ku dengar nafasnya tersengal-sengal.

“Tergelincir.” Jawabnya kaku dan mengalungkan erat tangannya di leherku. Ku rasa dia ketakutan sekarang.

“Kau gadis yang sering sekali terjatuh. Apa kau tidak bisa berenang?” tanyaku masih dalam posisi seperti ini.

“Tidak bisa! Dan bawa aku keluar dari kolam renang ini!” serunya kencang dan aku hanya terkekeh. Ku bawa tubuhnya hingga naik ke atas dan dia mendesah lega. Ketakutan sekali sepertinya.

“Gomawo, kau menyelamatkanku.” Katanya dan tersenyum ke arahku.

“Yah, sepertinya aku terus-terusan menolongmu ya. Di saat kau terjatuh aku pasti mampu menangkapmu.”

“Benar. Kau selalu ada, bahkan di saat tak terlihat pun.” Gumamnya pelan nyaris tidak terdengar.

“Maksudmu?” tanyaku bingung dan dia hanya menggeleng kecil. Dia bangkit berdiri dan berjalan dengan langkah gontai.

“Hiduplah dengan baik. Setidaknya berhati-hatilah di setiap langkahmu. Dan… terima kasih.” Katanya pelan tanpa menoleh ke arahku.

Hei seharusnya aku yang mengatakan hal itu!

For anyone to be loved by someone,
Makes life in this world shine
If it was me, I
d make your heart warm once more
With eternal tenderness

Chapter III #Final Round# [Goo Sa Rang POV]

Siapa bilang menjadi malaikat itu mudah dan menyenangkan? Ternyata tidak. Aku terjebak dalam situasi seperti ini. Aku terjebak pada satu sisi di mana aku mulai merasa puas menjadi manusia. Aku tidak memiliki teman atau keluarga memang, tapi aku memiliki satu. Seseorang. Aku memiliki Mir sekalipun dia tak mencintaiku. Sekalipun aku tahu aku tak pantas bersanding dengannya. Ku pikir aku jatuh cinta padanya. Terpesona pada sosoknya yang ku pikir akan mengacuhkan diriku di saat kami pertama bertemu.

Pertemuan yang tak terduga memang, mengingat lagi-lagi aku terjatuh dan dia menangkap tubuhku dengan sempurna. Aku terbiasa terbang dengan sayapku dan ketika berjalan keseimbangan tubuhku sangatlah buruk. Aku tak terbiasa menjejakkan kakiku di lantai. Tak terbiasa menggunakan sepatu atau apapun yang di pakai oleh manusia sebagai alas kaki. Pada intinya aku selalu melayang jika sedang sendirian. Seperti hantu he? Hmm mungkin juga tapi ku rasa itu cukup manusiawi karena aku masih memikirkan keadaan orang lain yang melihatku jika aku terlihat seperti hantu.

Aku menyerahkan sepertiga hidupku di dunia hanya untuk Mir. Hanya untuk seorang pria yang aku sendiri tidak tahu bagaimana perasaannya pada diriku. Dia perhatian, itu benar. Dia selalu ada untukku itu juga benar. Tapi rasanya ada yang kurang, ada sesuatu yang belum ia ucapkan agar aku merasa aman hidupu di dunia ini. Suatu kata yang mungkin aku akan bertahan dan memilih dunia ini di bandingkan surga.

Pip!

Lagi-lagi aku tersentak, gelang perak yang ku pakai bersinar indah dan itu tandanya pemimpin Crie ingin berbicara denganku.

“Pria itu harus tetap mati. Sejauh apapun usahamu takdirnya hidup di dunia telah habis. Kau, satu-satunya malaikat yang selalu melanggar peraturan.” Kata Bllaze. Dia salah satu pemimpin malaikat yang di anugerahi kecepatan. Dirinya terikat dengan keabadian dan cinta. Satu-satunya malaikat yang mampu mengubah dunia dengan cinta yang ia tebarkan.

“Tapi aku sudah memberikan kepingan jiwaku. Seharusnya dia masih bisa hidup lebih lama.” Kataku.

“Kepingan jiwamu hanya memperlambat waktu kematiannya. Dan hari ini adalah jadwal kematiannya. Jam sebelas malam di rumah sakit Seoul.” Lanjut Bllaze dan seketika itu juga aku merasa dunia benar-benar tidak adil untukku. Aku jatuh terduduk dan air mataku mengalir begitu saja. Rumah sakit Seoul? Jadi sekarang ini dia sedang terbaring di sana? Menahan segala semua rasa sakit dan menunggu kematiannya. Menunggu diriku yang akan menjemput jiwanya yang begitu tulus?

“Mengapa Tuhan tidak adil padaku!!!” teriakku frustasi dan melemparkan gelang itu dengan asal. Aku benci menjadi malaikat! Mengapa malaikat sepertiku selalu di hancurkan oleh cinta!

“Ada saat di mana kebahagiaan akan kau temukan Eyl.” Kata Bllaze lagi dan aku hanya mendengus kasar.

“Ku temukan ha? BAHKAN DI SURGA PUN AKU TAK MENEMUKAN KEBAHAGIAANKU!” teriakku lagi kali ini aku merasa hatiku benar-benar sakit. Ini terlalu sulit untukku.

“Kau mencintai seseorang yang salah Eyl. Malaikat takkan pernah bersatu dengan iblis ataupun dengan manusia.”

“Lalu mengapa aku di ciptakan menjadi malaikat! Seharusnya aku tidak pernah di turunkan ek dunia Bllaze. Cukup dengan semua lelucon ini!”

“Kau melupakan satu hal. Apapun yang terjadi dengan dirimu, selalu ada rahasia Tuhan di balik semuanya. Suka atau tidak, akan banyak kejutan di setiap penderitaanmu Eyl. Ingat itu dan laksanakan tugasmu dengan baik.” Katanya dan sinar itu lenyap seketika.

Haruskah aku yang menjemputnya? Menjemput jiwa yang sangat ku cintai?

***

Aku memandang Mir yang tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat dan dia tidak melihat wujud malaikatku sekarang. Dia menahan rasa sakitnya dan aku merasa berdosa karena menambah penderitaanya.

“Argh.” Erangnya kesakitan dan aku juga merasa nyeri di dadaku.  Ia memukul kepalanya pelan dan meronta-ronta kesakitan di atas tempat tidur. Aku benar-benar tidak tega melihatnya seperti itu. Ini menyakitkan untukku.

Aku terbang menembus kaca jendela ruangan inap yang di tempati Mir. Aku memandangnya dengan menahan semua rasa tangisku sendiri. Aku tahu ini sangat menyakitkan, tapi apa yang harus ku perbuat. Apa yang harus ku lakukan agar dia tetap hidup? Aku sama sekali tidak mungkin menjemput jiwanya seperti ini. Ini keterlaluan!

“Berikan dia dua keping jiwamu. Dia akan tetap hidup sampai umurnya menua.” Aku menoleh dan Mirrelle sudah berada di sampingku sambil tersenyum sinis.

“Be..benarkah?” tanyaku tak percaya. Aku tahu ia sedang menghasutku agar aku lenyap. Tapi itulah satu-satunya cara agar aku bisa menyelamatkan Mir. Satu-satunya hal yang bisa ku lakukan untuk manusia baik seperti dia. Tak peduli ia mencintai aku atau tidak. Pada intinya aku mencintai dia dan itu tak bisa di bantah oleh apapun.

“Aku tidak pernah berbohong Eyl. Sekalipun aku iblis. Lagipula kau mencintainya bukan?” tanyanya dan lagi-lagi dia tersenyum licik. Memamerkan sifat jahatnya yang sejujurnya sangat ku takuti.

“Mencintai dia atau tidak itu bukan urusanmu. Tapi ku rasa kau benar. Malaikat memang bodoh sepertinya. Selalu menangis untuk jiwa-jiwa yang murni.”

“Jiwa murni? Bahkan dia seorang pria yang memiliki kesalahan Eyl.”

“Mungkin, tapi sayangnya cinta membuat pandanganku berubah. Cinta mampu membuat sesuatu yang mustahil menjadi nyata. Dan jika bukan karna cinta aku tidak akan pernah mau menukar semua jiwaku untuknya.” Kataku pelan dan terbang ke arah Mir yang masih mengerang kesakitan.

Aku berhenti tepat di depan wajahnya dan garis-garis wajah tampan tertera di sana. Kulitnya yang putih, desahan nafasnya yang tidak teratur membuat seluruh jiwaku bergetar hebat.

“Scavizte.” Gumamku pelan dan aku menampakkan diri di depannya. Sayapku mengepak lebar di hadapannya dan tak ku pedulikan tawa sinis Mirrelle yang menggema di seluruh ruangan. Aku, memang sudah gila.

“Jadi.. benar kau Goo Sa Rang.” Kata Mir pelan dan aku tersentak kaget.

“Kau…”

“Benar kau malaikat. Pantas saja kau terlihat bersinar di mataku.” Katanya parau dan memaksakan untuk tersenyum.

“Seharusnya aku mati hari itu bukan?  Tapi kau menyelamatkanku.” Lanjutnya lagi dan aku merasa dadaku sesak. Dia tahu?

“Kalau begitu ambil jiwaku. Kau menderita bukan tak bisa menjalankan tugasmu dengan baik?” tanyanya dan aku menggeleng kecil.

“Aku mencintaimu Mir. Sangat dan maafkan aku jika aku melakukan ini.” Kataku cepat dan mengucapkan mantra untuk mengeluarkan semua kepingan jiwaku. Ku arahkan wajahku tepat di depan wajahnya lalu mencium bibirnya dengan lembut.

Ku titipkan jiwaku padamu Mir.

Even if fates mischief pains the heart
On the other side of those tears,
A single ray of light will swoop down into the darkness
We know

***

Chapter IV #Lovely Angel# [Mir POV]

Dia menghilang. Gadis yang sangat ku cintai itu lenyap di depan mataku. Dia menyelamatkanku untuk kedua kalinya. Tanpa perpisahan hanya dengan sebuah ciuman lembut yang ia berikan. Aku sedih? Bodoh saja jika tidak. Dia.. terlalu kucintai ku rasa. Dia tidak hadir di mana-mana. Keberadaanya lenyap, hanya sisa-sisa sayapnya yang rapuh.

Aku menghela nafas panjang. Hampir satu tahun semenjak kejadian itu. Dia tidak pernah kembali, tidak pernah muncul sedikitpun di hadapanku. Apakah dia benar-benar lenyap? Yah, mungkin tubuhnya lenyap. Tapi jiwanya masih ada di sini, masih berada dalam tubuhku. Dia tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun.

Cintaku untuknya terlalu besar, dia terlalu berbekas di setiap memoriku. Tawanya, senyum sinisnya serta cara berjalannya yang aneh. Dia seperti burung yang sedang menari di hamparan langit luas. Indah dan mengagumkan.

“Sepi sekali di sini.” Aku menoleh mendengar suara seseorang. Mataku membulat kaget ketika melihat seorang gadis berdiri di ambang pintu sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

“Ah, annyeong… Ku kira di sini tidak ada orang.” Sapanya ramah dan tersenyum manis ke arahku.

“Aku mahasiswi baru di sini. Aku Eyl. Kau juga perenangkah?” tanyanya lagi dan aku melangkah mendekat ke arahnya. Hanya untuk memastikan benarkah dia malaikatku.

“Eyl? Yah, sepertinya.” Jawabku dan menyentuh wajahnya dia mundur selangkah menjauhiku.

“Di lahirkan menjadi manusia he? Menarik. Tuhan selalu mempunyai rencana indah untuk umatnya ku rasa.” Kataku lagi dan mengecup bibirnya pelan. Kau, siapapun kau tidak akan pernah ku lepaskan sedikitpun.

My heart is pained
Because this love is so beautiful, don
t be afraid
Even if it
s just momentarily, Ill let you know my love
This time is beautiful, you know… let you know my love