Title : Incubus From Orion (Part.1)

Cast :

  • Park Min Rin (OC)
  • Lee Kiseop as Orion
  • Shin Soo Hyun as Arcturus
  •  Eli as Spica
  • Yae Hoon Min (Hoon) as Phoenix
  • Kim Jae Sup (AJ) as Callisto
  • Kevin Woo as Sirius
  • Shin Dongho as Eris

Genre : Romantic, Semi-Fantasy, Comedy (Failed)

Disclaimer :

ADIEZ-CHAN ©ALL RIGHT RESERVED

 ALL PARTS OF THIS STORY IS MINE ! NO OTHER AUTHORS ! PLEASE DON’T COPY AND RE-POSTING WITHOUT CONFIRM ME!
NO PLAGIARISM!

December, 2010

“Hei, kita menunggu di sini sampai berapa lama, Spica?” seorang gadis mulai merajuk pada lelaki di sampingnya sambil menatap sekeliling taman di lantai 10 gedung fakultas music Gacheon University.

“Sampai tengah malam nanti, Rin-ah…” Lelaki yang dipanggil Spica itu menjawab pertanyaan sekenanya, sambil terus menatap teleskopnya dengan konsentrasi penuh. Sesaat kemudian, Spica melirik Park Min Rin, nama gadis itu, sedang menggosok-gosok lengannya pelan. Lelaki itu tersenyum geli dan mengacak surai-surai rambut lurus gadis itu, “Bersabarlah. Akan sayang sekali bila kamu tidak melihat hujan meteor terbaik akhir  tahun ini!

“Soalnya meteor yang tampak dari rasi Gemini ini berasal dari sisa pecahan obyek yang dikenal sebagai 3200 Phaethon, yang dulunya diperkirakan merupakan asteroid. Sekarang, Phaethon sudah menjadi komet yang punah. Jadi sebenarnya, Phaeton ini hanyalah kerangka batuan dari komet itu dan sudah kehilangan es setelah berkali-kali melintas Matahari dari dekat.–“

“Nah, Bumi yang melintas dalam aliran puing-puing 3200 Phaethon setiap tahun pada pertengahan Desember akan menyebabkan puing-puing itu terbang dari rasi Gemini. Tepatnya di dekat bintang terang Castor dan Pollux. Dan meteor yang jatuh kecepatannya sampai 160 perjam. ” Min Rin meneruskan keterangan Spica tanpa minat. “Kamu sudah mengatakannya berulang kali, Spica.”

“Hahaha… Apa kamu bosan, Rin-ah? Bila nanti kamu melihat hujan itu, kamu pasti akan sangat takjub dan mencintai astronomi. Aku jamin itu!”

“Oh ya? Bagaimana kalau tidak?”

“Aku akan menjodohkanmu dengan Orion.”

“Mwoa?!”

“Wae? Bukankah kalian berdua… cocok? Ah, lagipula walau nantinya kamu mencintai astronomi, kamu pasti juga akan mencintai Orion…”

“Tidak akan!”

“Oh ya?”

“Terserah kamu sajalah, Spica…” Min Rin mengalihkan pandangannya ke arah langit. Dia bahkan masih tak bisa mengerti, mengapa tujuh orang itu begitu mencintai benda-benda yang kini berserakan di hamparan hitam itu.

Ya, tujuh orang mahasiswa yang tergila-gila dengan astronomi dan membentuk klub astronomi. Dia sendiri, dipaksa oleh Spica alias Eli, temannya sejak SMA untuk masuk klub ini walau sejatinya dia tidak punya minat sama sekali dengan hal-hal aneh ini.

Dahi Min Rin berkerut ketika dia memperhatikan sekelilingnya dan menyadari ada seseorang yang tidak tertangkap oleh pandangan matanya. Tangannya bergerak menyentuh pundak Spica dan berbisik, “Mana Orion?”

Bibir Spica tersenyum mengejek gadis itu dan menyindirnya, “Tadi katanya no Orion… Kok sekarang tanya…?”

Min Rin menatap kedua bola mata Eli dengan tajam. “Aku hanya bertanya, Eli!”

“Nee nee… arasseo. Jangan panggil namaku disini, Rin-ah…” Spica menganggukkan kepalanya sambil mempertahankan senyum menyebalkannya. “Orion tidak suka menatap langit dari sini. Dia lebih suka dari atas situ.” Lelaki itu menunjuk atap gedung yang kini mereka tempati.

“Aku akan ke sana.” Min Rin berbalik dan meninggalkan Spica dan taman tempat mereka berada.

“Apa aku perlu memikirkan makanan yang akan kamu berikan padaku bila kamu menjadi yeoja-chingu nya?” Tanya Spica setengah berteriak sambil menatap sosok Min Rin yang menjauh.

“Tidak perlu!”

Sepasang bibir lelaki itu menyeringai geli.

***

Min Rin menyusuri tangga gedung tanpa penerangan itu tanpa ragu, seolah dia tak memiliki rasa takut. Pikirannya seolah kembali menyusuri lorong waktu dimana dia dipertemukan dengan ketujuh orang itu. Termasuk…

Orion.

……

“Hyuuungg!! Aku membawa anggota baru!!” Spica menyeret Min Rin ke dalam ruangan klub yang tidak seberapa besar dengan antusiasme tinggi

“Mana? Mana?” seseorang dari ruangan itu kontan berdiri dan menatap kedatangan Spica dengan mata berbinar.

Spica menunjuk Min Rin yang kini dirangkulnya sambil tertawa girang. “Ini.”

“Waaaahhh….” Ruangan klub itu kini bergema oleh suara lima orang yang berseru bersamaan. Seolah gadis yang kini dia bawa itu adalah harta karun yang ditunggu-tunggu oleh mereka.

“Tumben sekali ada yeoja yang tertarik pada astronomi…”

“Aku tidak–” Min Rin mencoba mengelak, sebelum lelaki di hadapannya itu kembali memotong perkataannya.

“Oke! Kamu diterima! Nan neun Shin Soohyun imnida. Tapi, di klub ini namaku Arcturus.”

Min Rin terpaksa menyerah dengan pasrah. Mau bagaimana lagi, sahabatnya mengumpankannya ke sarang lelaki gila astronomi. Dia mungkin tidak akan bisa keluar dari tempat ini lagi dengan selamat. Gadis itu akhirnya hanya tertawa kecut. “Park Min Rin imnida…”

“Kim Jae Sup imnida. Cukup panggil aku Callisto.” Seorang lelaki di sebelah Arcturus tersenyum ramah sambil mengacungkan tangannya.

“Yae Hoon Min atau Hoon atau… Phoenix.”

“I am Kevin Woo. But you must call me Sirius.”

“Annyeong Min Rin sunbae. Shin Dongho imnida, maknae di sini. Nickname-ku Eris.”

Oke, ini mulai aneh. Min Rin melihat wajah-wajah baru di depannya menggunakan nama-nama yang tidak dia ketahui. Atau mungkin hanya beberapa yang dia tahu. Phoenix yang muncul sebagai burung api di film Harry Potter dan Sirius si professor jahat musuh Harry Potter. Lainnya? Entahlah.

“Lalu? Kamu menggunakan nama apa, Eli?” Min Rin melirik lelaki yang sejak tadi merangkulnya.

“Spica.” Dia menyeringai memperlihatkan deretan giginya.

Min Rin menatap sahabatnya dengan malas. Dia kini bahkan sangat yakin dia telah memasuki kawasan yang ‘tidak benar’. Dalam waktu beberapa menit saja, lingkungan ini membuatnya ingin pergi, kalau saja bukan sahabatnya yang membawanya ke sini.

Mata Min Rin akhirnya mengedar ke seluruh ruangan dan terhenti di satu orang yang sejak tadi sibuk dengan kameranya dan tidak memperhatikannya sama sekali. Bahkan tidak sedetik pun lelaki itu berpindah konsentrasi dari kameranya. Dahi Min Rin refleks mengerut bingung. Siapa  lelaki itu?

“Hyung! Ada anggota baru! Mengapa kamu selalu sibuk dengan kameramu?!” Eris mendatangi lelaki tersebut dan mengambil paksa kamera yang sejak tadi dimainkannya. “Perkenalkan dirimu terlebih dulu, hyung…”

Lelaki itu kontan terkejut, apalagi yang menegurnya adalah maknae di tempat itu. Tangannya terangkat ingin merebut kameranya, namun Eris dengan cepat menyembunyikan benda itu dibalik punggungnya dan menggeleng keras. Tanpa putus asa, tangan lelaki itu bergerak kea rah punggung Eris, tapi dengan cepat tangan Eris bergerak menghindar dari setiap gerakan yang dilakukan oleh lelaki itu, mencoba menjauhkan lelaki itu dengan benda yang sepertinya sangat dia sayang.

Phoenix –begitu Min Rin mengingatnya- hanya tertawa kecil menyaksikan tingkah kedua temannya yang masih seperti anak kecil. “Dasar ulzzang! Orion, perkenalkan dirimu dulu!”

Lelaki itu akhirnya berhenti bertengkar dengan Eris dan mengalihkan pandangannya ke arah Min Rin. Tatapan matanya seketika mampu membawa seorang Park Min Rin hanyut di dalamnya. Bibirnya kemudian mengembang ramah membuat jiwa Min Rin pergi dari raganya. Dan ketika itulah dunia Min Rin seakan berhenti. Seolah seluruh tata surya berhenti berputar dan menunggu Min Rin untuk kembali berotasi dan berevolusi.

Hening. Waktu yang sebenarnya singkat itu terasa begitu lama, karena gadis itu begitu terpaku dengan manusia di hadapannya.

“Joseonghamnida, Park Min Rin-ssi. Nan neun Lee Kiseop imnida. Sang Orion.”

Lee Kiseop.

Orion.

Orion.

Nama lelaki itu tanpa sadar terus berdenging di telinganya…

……

Lelaki itu merebahkan tubuhnya di atap gedung itu, membiarkan teleskopnya menatap langit tanpa dia pandang. Pandangan matanya sendiri tetap menatap langit yang penuh percikan walau tanpa satelit bumi yang bercahaya. Dia dan langit itu seolah menyatu dalam satu lukisan bernilai jutaan. Setidaknya, itu yang dilihat Min Rin yang baru saja sampai di tempat itu.

Untuk berulang kali dalam hidupnya setelah dia masuk klub aneh ini, dia terpana.

“Orion!”

Lelaki itu bangkit dari posisinya semula dan menoleh ke belakang mencari siapa yang memanggilnya. Ketika melihat sosok gadis yang perlahan mendekat ke arahnya, senyumnya mengembang. “Heii Rin-ah…”

Min Rin akhirnya berhenti ketika sampai di samping Orion dan duduk di sampingnya. “Sendiri?”

“Do you see anyone beside me?”

Min Rin menggeleng pelan dan tersenyum tipis.

Senyap. Kedua orang itu sama-sama menatap langit tanpa ada satupun yang memulai lagi sebuah pembicaraan. Atau mungkin tak ada diantara mereka yang berani memulainya?

“Hei. Kenapa kamu diam saja? Terpesona denganku?”

Min Rin sontak tersentak. Wajahnya yang dijalari semburat merah berputar menatap Orion. “Ah? Eh?! Ani! Hanya berpikir, kenapa kalian memakai nama-nama yang aneh seperti itu?”

“Kesepakatan. Kami sendiri yang memilih nama-nama kami di awal terbentuknya klub ini.

“Arcturus yang dipakai Soohyun adalah bintang dari rasi Bootes yang paling terang di langit utara. Bintang ini juga paling terang ketiga setelah Sirius dan Canopus.

“Callisto milik AJ adalah salah satu dari 63 satelit dari Jupiter. Satelit ini juga terbesar ketiga dalam sistem tata surya, setelah Titan milik Saturnus dan Ganymede milik Jupiter.

“Spica yang dipilih Eli juga salah satu bintang paling terang yang dimiliki konstelasi Virgo.

“Kevin memilih Sirius karena bintang paling terang, baik di rasi Canis Major maupun di langit malam. Bahkan terangnya dua kali lebih terang dari bintang terterang kedua, yaitu Canopus.

“Phoenix adalah rasi bintang kecil di langit selatan yang berarti burung api. Burung api ini digambarkan memiliki bulu yang sangat indah berwarna merah dan keemasan. Phoenix dikatakan dapat hidup selama 500 atau 1461 tahun. Setelah hidup selama itu, Phoenix membakar dirinya sendiri. Setelah itu, dari abunya, munculah burung Phoenix muda. Hoon memilihnya karena burung ini symbol keabadian dan symbol kehidupan setelah kematian.

“ Eris adalah dwarf planet terbesar dan benda terbesar kesembilan yang mengorbit pada matahari. Dia bahkan lebih besar dari Pluto. Dongho memilih nama itu karena Eris adalah planet termuda, sama seperti dia.”

Min Rin hanya terdiam memperhatikan lelaki itu menerangkan. Di matanya Orion begitu terlihat menawan ketika setiap kata meluncur dari bibirnya. Seolah seluruh jiwa yang sebelumnya berdiam dalam raga gadis itu langsung tersedot masuk dalam pusaran pesona yang dimiliki lelaki itu.

“Kamu belum menentukan ingin menggunakan nama apa?”

Min Rin menggeleng. “Aku belum memikirkannya.”

Sebenarnya dia telah memikirkannya. Jauh, sebelum lelaki itu menanyakannya. Sejak debaran jantung yang dia rasakan tak bisa melambat ketika mereka duduk berdampingan. Sejak semburat merah mulai merajai wajahnya ketika mata Orion yang cerah menatapnya. Ketika dia mulai candu oleh suara merdu yang biasa membelai telinganya.

Polaris.

Dia memilih Polaris.

Bintang Kutub. Bintang kecil nan terang di rasi Ursa Minor. Bintang yang selalu berada di belahan langit utara bumi, seolah tidak bisa berpindah bila terlihat dari bumi.

Seperti dia. Ketika hatinya akan selalu terpaku menatap Orion.

“Lalu kamu? Kenapa kamu memilih Orion?”

Orion terdiam, hingga untuk beberapa saat, sunyi menyergap diantara mereka.

“Karena aku berasal dari sana,” ucapnya sambil menatap langit dengan pandangan menerawang.

Ketika itulah, untuk pertama kalinya, Min Rin tidak melihat percik sinar yang biasa terpancar dari Orion. Apa maksudnya ‘berasal dari sana’?

Min Rin terdiam, menyesapi keadaan. Dan baginya, Geminid yang akan jatuh tengah malam itu, tidak lagi menarik. Ada Orion dan sejumlah misteri di belakangnya yang jauh menggelitik di hatinya.

***

 

Januari 2011

Seorang wanita berjengit mendekati seorang lelaki yang serius menatap langit menggunakakn teleskop. Kemudian bibir tipisnya mendekat ke arah telinga lelaki itu dan, “Orion, happy birthday…”

“HUWAAA !!!!” Lelaki itu kontan menjerit kaget dan berbalik ke belakang. “Min Rin! Kamu mengagetkanku!!” Detum jantung Orion berlomba dengan keringat yang tiba-tiba membanjiri tubuhnya.

Min Rin henya menyengir lebar. “Mianhae. Soalnya kamu terlihat begitu serius. Jadi, aku ingin mengerjaimu.” Tangannya terangkat, kemudian telunjuk dan ibu jarinya menipiskan jarak seraya melanjutkan, “Cuma sedikit kok… Sedikiiitt…”

Orion membuang nafas pasrah dan menatap sebal gadis itu. Tidakkah gadis itu tahu bila suaranya saja sudah membuat jatah hiduonya berkurang? Debaran jantung saat gadis itu hadir benar-benar tidak baik untuknya.

Dia menyadari itu.

Namun dia terlalu pintar untuk menyembunyikannya dengan rapi. Karena dia memiliki sejuta rahasia yang tak ingin dia bagikan dengan siapapun. Termasuk gadis itu.

Ekspresi Min Rin dengan cepat berubah ketika melihat wajah tdak senang Orion. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, menyesal. “Apa aku membuatmu marah, Orion? Mianhae…”

Tak ayal garis bibir Orion membentuk lengkungan indah. Gadis itu, untuk pertama kali dalam hidupnya, selalu membuatnya tak bisa mempertahankan amarahnya. Tangannya terangkat mengacak-acak jalinan rambut Min Rin yang tersusun rapi. “Ani. Gomawo, Rin-ah… kamu orang pertama yang mengucapkan hal itu padaku.”

Senyum Min Rin mengembang. “Cheonma, Orion…”

***

“Rin-ah… kamu mau kuberi tahu rahasia?” Orion tiba-tiba memecah keheningan di antara mereka ketika mereka dalam perjalanan pulang ke rumah Min Rin.

Min Rin mengalihkan pandangannya dan menatap Orion “Apa?”

Orion menampilkan mimik seriusnya dengan jari telunjuk yang menempel di bibirnya. Setengah berbisik dia mendekatkan wajahnya ke arah Min Rin. “Berjanjilah jangan mengatakan pada siapapun.”

Min Rin mengangguk cepat dan berubah serius.

“Aku bukan orang bumi.”

Min Rin sontak terkejut. “Heh?”

“Kamu liat rasi bintang Orion itu?” Orion menunjuk sekumpulan bintang di langit utara, bergerak mengikuti garis imajiner yang dia kenal luar kepala, membentuk Sang Pemburu. Telunjuknya kemudian menunjuk salah satu bintang di bagian bawah rasi itu, “Kamu lihat bintang yang paling terang itu? Itu Rigel, bintang tercerah keenam, sekaligus sebagai kaki Orion.” Telunjuknya berpindah ke bagian atas dan melanjutkan, “Yang itu Betelgeuse, bintang tercerah kesembilan, sebagai bahu Orion.”

Min Rin mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari bibir Orion. Setiap katanya seolah adalah ilmu baru yang sulit ditangkap. Namun dia mencoba mengerti semuanya, karena yang mengatakannya adalah Orion dan ini pembuka rahasianya.

“Lalu? Apa maksudmu kamu bukan orang bumi?”

“Tunggu sebentar. Kamu liat pusaran cahaya di sabuk rasi itu? Itu nebula Orion. Di situlah aku tinggal.”

“Hah? Memangnya bisa? Bukankah bintang itu sangat panas, dan tata surya itu hampa udara?”

“Tentu saja bisa! Memangnya kamu pikir tubuh kami sama denganmu, makhluk bumi? Tentu saja tidak. Tubuh kami dirancang untuk beradaptasi dengan semua itu. Suhu bintang-bintang itu sudah normal bagi kami, dan kami tidak butuh udara untuk hidup.

Tubuh kami mungkin seperti kalian, tapi dengan sayap besar di belakangnya, dan kaki yang lebih besar dan cakar-cakar yang panjang. Kuku tangan kami juga jauh lebih panjang. Hum… kalau aku melihat literatur yang ada di buku-buku kalian, sepertinya tubuh kami mirip Incubus dan Succubus…”

“Hah? Succubus? Incubus?” Min Rin makin tidak percaya dengan apa yang dikatakan Orion. Dia tahu kedua makhluk khayal sebangsa iblis itu. Namun tidak pernah dia membayangkan bahwa makhluk itu benar-benar ada. Pikirannya mulai melayang-layang membayangkan buku dan film yang pernah dilahapnya. “Apakah kalian juga mendatangi wanita di malam hari dan menyesap sari kehidupannya? Lalu dia akan meninggal… dan jiwanya ikut kalian?”

Mimik mukanya sekejap merinding membayangkannya. Bagaimana bila setelah ini, lelaki ini akan memakannya? Bagaimana bila setelah ini, dia akan muncul di headline Koran nasional dan internasional dengan judul, ‘Gadis Cantik Dimakan oleh Teman Sendiri’? Atau ‘Gadis Manis Menghilang Dimakan Makhluk Luar Angkasa’? Apa kata orang tuanya nanti? Teman-temannya? Tetangganya?!

Tidaaaakk!!!

“Hei! Kamu pikir kami makhluk apaan?! Enak saja! Tentu saja kami berbeda! Huh! Dasar manusia bumi bodoh, seenaknya saja menggunakan wujud kami dengan karakteristik sememalukan itu!”

“Jadi, kamu tidak–”

“Tentu saja tidak!”

Syukurlahh… setidaknya nyawanya selamat… tapi, memangnya benar dia ini makhluk asing?

Dahi Min Rin semakin mengernyit bingung, mencoba mengurai satu persatu yang baru saja dia ketahui. “Lalu, kenapa kamu bisa sampai di sini?”

Orion menyeringai lebar melihat ekspresi Min Rin, “Dulu pusaran cahaya itu tidak ada. Yang ada hanyalah bintang di rasi itu.”

Tatapan mata lelaki itu sedikit sendu. Kelebatan-kelebatan kejadian itu tiba-tiba muncul seolah dia dapat melihatnya sekali lagi di hadapannya.

……

“Mama, kulitku sudah mulai retak! Bintang ini benar-benar terlalu panas!”

Tanah pijar yang dipijaknya mulai retak dan memperlihatkan isi dalamnya yang jauh lebih panas. Suhu panas mulai menyebar ke mana-mana. Sesaat kemudian, gempa mengguncang bintang yang dia tinggali. Dan kekacauan terasa semakin kalut dan tidak terkendali.

“Mama, bintang ini sudah mulai hancur. Ayo kita pergi!”

“Tidak! Tidak akan sempat. Kamu tidak akan selamat secepat apapun kamu terbang. Ledakannya akan sangat besar!” Ibunya terbang sambil menggiring Orion ke suatu tempat di salah satu sisi bintang itu dan memasukkannya ke dalam suatu kapsul yang bahkan sebelumnya Orion tak pernah tahu keberadaan kapsul itu. “Pergilah! Kamu harus selamat…”

“Mama tidak ikut?”

Belum sempat ibunya menjawab, kapsul itu sudah meluncur menjauhi bintang itu. Dan sesaat kemudian, yang dia takutkan benar-benar terjadi…

……

“Lalu kemudian bintang itu meledak dan menyisakan nebula itu. Sesaat sebelum meledak, orang tuaku memasukkan aku ke dalam suatu kapsul dan diluncurkan jauh dari tempat itu.” Orion melanjutkan dan tersenyum pada Min Rin yang menatapnya bingung.

“Jadi, kamu sudah tua?”

“Molla. Mungkin. Tapi aku tidak mengenal usia di sana.” Mata Orion kemudian membulat menatap Min Rin. “Tapi, jangan pernah kamu memanggilku ‘Harabeoji’! Aku sudah menyesuaikan umurku di sini, ulang tahunku dan segalanya.”

Min Rin tertawa lebar. “Harabeoji… Harabeoji…~~”

“Jangan panggil seperti itu!”

“Harabeoji…~”

Sesaat kemudian, tangan Orion sudah mencekik leher Min Rin.

***

 

Orion… Orion… Orion…

Nama lelaki itu tak bisa berhenti berdengung di kepalanya seolah kaset yang terus berputar tanpa dia ingin memberhentikannya.

Dialah yang pertama.

Maniak kamera. Ceria ketika bersama temannya. Gila astronomi. Dan menjadi serius bila berkaitan dengan bintang dan tempat tinggalnya. Dan dialah yang pertama membuat waktunya seakan berhenti hanya ketika melihatnya untuk pertama kali.

Orion. Dia tidak bisa mendekskripsikan lelaki itu dengan tepat dan benar. Terlalu misterius untuknya. Terlalu rapat rahasia yang dimilikinya untuk disingkapnya. Dan dia telalu takut untuk mengetahui bahwa mungkin apa yang dikatakan oleh Orion adalah benar.

Incubus? Lelaki itu incubus? Bukan makhluk bumi? Semuanya tetap seperti khayal bagi gadis itu. Tetap tak ubahnya seperti yang selama ini dia set di otaknya.

Namun kini, seseorang bernama Lee Kiseop atau Orion, mengatakan dengan mudahnya, dia bukanlah makhluk bumi. Haruskah gadis itu mempercayainya?

“Rin-ah! sedang membaca apa?”

Sontak gadis itu menutup buku yang dibacanya dan berbalik ke belakang. “Eli?”

Lelaki itu menyeringai memperlihatkan deretan giginya yang rapi. “Nee, it’s me. Eli atau Spica. Apa yang kamu baca?” lelaki itu melongok melihat lembaran buku yang terbuka di meja Min Rin. “Incubus?! Kamu mau jadi satanic?!”

Seketika mata gadis itu membulat. “Ani!! Aku hanya membacanya! Enak saja!”

“Lalu, yang kamu baca itu apa?” dia merebut buku yang sejak tadi mencoba ditutupi oleh Min Rin. “Astronomi Dasar?”

Min Rin terdiam. Malu.

“Aaaa!!! Akhirnya kamu tertarik pada astronomi?!”

“Ani!”

“Oh ya? Kalau begitu pada Orion?”

“ELIIII!!!!”

***

Februari 2011

Min Rin mencoba melihat bentuk nebula orion di langit selatan melalui teleskop milik Spica. Rasa penasaran tiba-tiba mengikutinya akhir-akhir ini. Seperti apa daerah yang dulu ditinggali Orion?

Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dan bertanya, “Hei! Melihat apa?”

Min Rin kontan terkejut dan segera berbalik ke belakang. “Orion! Dasar Incubus!!”

Orion menyengir lebar. “Kaget? Itu balasanku yang kemarin.”  Tanpa menunggu jawaban dari Min Rin, Orion segera berpindah menggeser Min Rind an melongok ke arah teleskop. “Nebula… Orion?”

Min Rin menggigit bibir bawahnya bingung. Apakah dia akan marah bila aku melihatnya?

Orion menjauhkan wajahnya dari teleskop dan menatap Min Rin. “Buat apa kamu–”

Tring~ tring~

Ponsel Orion bordering. Dia merogoh sakunya dan mengangkat telepon yang masuk. Dia tak perlu melihat namanya, karena orang yang meneleponnya sudah berulang kali menghubunginya sejak pagi. “Chakkaman,” Ucapnya sambil mengambil jarak beberapa langkah dari Min Rin.

“Yoboseyo? Apalagi?”

“Nee nee, besok kan?”

“Sudah. Semuanya sudah beres. Okey? Please don’t disturb me tonight.”

“Nee. Annyeong.”

Cklek.

Orion menutup teleponnya dan berjalan mendekati Min Rin. Matanya menatap gadis itu lekat, membuat gadis itu sedikit gelagapan. Dalam sepersekian detik, jantungnya kontan berdetum dan garis-garis merah menjalari raut mukanya. “Waeyo, Orion?”

“Aniyo.” Dia kemudian menjauhkan wajahnya dan mendesah pelan.

Dahi Min Rin mengernyit. Apa sebenarnya terjadi pada lelaki itu?

Orion menunjuk nebula tempatnya pernah tinggal dengan mata menerawang. “Dulu aku sering bermain melewati bintang-bintang itu, bertemu dengan teman-temanku yang berada di bintang lain. Melewati Kuipper’s belt, melompati  berbagai rasi, dari Canis Major, Canis Minor, Gemini, hingga ke Scorpio.” Tangannya bergerak seolah ingin menggapai langit dan bersatu dengan mereka dan melanjutkan, “Aku rindu mereka…”

Min Rin tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tubuh Orion seolah memudar dan bersatu dengan malam yang menyelingkupi mereka. Senyumnya terlihat samar dan perlahan menghilang.

GRAPP!

Tangan kecil Min Rin refleks menyergap lengan Orion erat.

“Min Rin? Wae?”

Seketika Min Rin melepaskan tangannya dari lengan itu. “Ani. Kamu hanya terlihat seolah ingin menghilang…”

Orion tersenyum. Tipis.

Kemudian… hening.

“Rin-ah, aku ingin bertanya padamu,” ucapnya berbisik, matanya tak lepas dari langit. Namun ucapan itu langsung berdenging di telinga Min Rin.

“Apa… yang ingin kamu katakan?”

“Jika aku pergi… apakah kamu bisa mengantarku dengan senyuman?”

DEG!

Semuanya terasa berputar dalam diri Min Rin. Ada satu ketakutan yang menjalar cepat dalam dirinya. Ketakutan untuk kehilangan seseorang yang tak pernah dimilikinya.

Orion. Lee Kiseop.

Apa maksud lelaki itu? Pergi? Ke mana?!

“Apa maksudmu? Kamu tidak akan ke mana-mana kan?”

“Aku hanya bertanya, Rin-ah…”

“Lee Kiseop!” Min Rin menyebut nama asli lelaki itu. Lee Kiseop. Suatu yang sangat tabu untuk dilakukan. Tapi Min Rin ingin lelaki itu tahu, bahwa dia benar-benar serius. Dirasakannya air mata yang mulai merambat turun ke bola matanya. “Aku tidak suka kamu bicara seperti–”

Ucapannya terhenti. Lebih tepatnya, gadis itu tidak bisa melanjutkannya. Bibir Orion telah merapat di atas bibirnya. Bibir basah itu dengan lembut terus menciumnya dengan erat dan lama. Dia tak tahu berapa lama, karena tubuhnya limbung hingga gadis itu harus mencengkeram jaketnya. Tangan Orion bergerak menuju punggung gadis itu dan menahannya.

Ketika Orion menghentikan ciumannya, Min Rin hanya bisa terperangah. Air matanya jatuh menuju pipi dan dagunya. “Kiseop…”

Orion terdiam. Hatinya seakan ikut remuk ketika melihat air mata pertamanya jatuh.

Dan Min Rin masih tak mengerti, apa yang telah menunggunya…

___________________________________________________________

-to be continued-

 

bagaimana bagaimanaa? semoga puas yaaa… 🙂

karena ini FF pertamaku yg agak nyeleneh dari biasanya, kalo ada yang kurang… please say to me. 🙂

oya, ini adalah FF dari pemenang Kuis GC kemare, yaitu Rhiinet. dan uda pernah saya posting di fanfictionist.wordpress.com.

KEEP COMMENT ME! NO SILENT READERS HERE!

gomawoyooooooooo !!!!

Keterangan :

Konstelasi Orion

Orion atau bintang Belantik, adalah suatu rasi bintang yang sering disebut-sebut sebagai sang Pemburu. Rasi ini mungkin merupakan rasi yang paling terkenal dan mudah dikenali di angkasa. Bintang-bintang terangnya terletak pada ekuator langit dan terlihat dari seluruh dunia, sehingga membuat rasi ini dikenal secara luas.

Orion sang pemburu berdiri di sebelah sungai Eridanus dengan dua anjing pemburunya, Canis Major (anjing besar) dan Canis Minor (anjing kecil), melawan Taurus, sang kerbau. Buruan lainnya seperti Lepus, si kelinci, juga ada di dekatnya.

Bintangnya yang paling terang adalah Betelgeuse dan Rigel. Tiga bintang merupakan Sabuk Orion yang khas. Banyak bintang dalam Orion yang relatif muda karena Orion menandai tempat pembentukan bintang, khususnya dalam Nebula Orion.

 

Nebula Orion

Nebula Orion (juga dikenal sebagai Messier 42, M42, atau NGC 1976) adalah nebula yang terletak di bagian selatan dari Sabuk Orion Ini adalah salah satu dari nebula paling terang, dan terlihat dengan mata telanjang di langit malam. M42 terletak pada jarak 1.344 ± 20 tahun cahaya [2] [5] dan merupakan wilayah terdekat dari pembentukan bintang yang besar ke bumi . Nebula M42 diperkirakan 24 tahun cahaya. Teks yang lebih tua sering disebut Nebula Orion sebagai Nebula Besar di Orion atau Nebula Orion Besar.

 

Incubus

Sebuah incubus (berasal dari bahasa Latin, incubo, incubare, atau “berbohong atas”) adalah iblis dalam bentuk laki-laki yang, menurut sejumlah tradisi mitologis dan legendaris, berbohong pada orang yang sedang tidur, terutama perempuan, untuk melakukan hubungan dengan mereka. Rekan wanitanya adalah succubus.

Sebuah incubus akan merayu agar bisa melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita untuk mendapatkan anak setan, seperti dalam legenda Merlin . Tradisi Agama menyatakan bahwa hubungan seksual diulang dengan incubus atau succubus dapat mengakibatkan kerusakan kesehatan, atau bahkan kematian.

“Dulu aku sering bermain melewati bintang-bintang itu, bertemu dengan teman-temanku yang berada di bintang lain. Melewati Kuipper’s belt, melompati  berbagai rasi, dari Canis Major, Canis Minor, Gemini, hingga ke Scorpio.”

Rasi-rasi:

Kuiper’s Belt : (Kuiper belt) adalah sebuah wilayah di Tata Surya yang berada dari sekitar orbit Neptunus (sekitar 30 AU) sampai jarak 50 AU dari Matahari. Objek-objek di dalam sabuk Kuiper ini disebut sebagai objek trans-Neptunus.

Scorpio : Rasi langit Belahan selatan. Bintangnya yang paling terang adalah Antares yang terlihat sebagai bintang berwarna kemerahan di “jantung” Scorpio. Sangat jauh dari Orion yang berada di langit bagian utara. Jadi, ketika Scorpio nampak dari Bumi, maka Orion tidak akan nampak. Begitu pula sebaliknya.