Author : Bee

Main Cast : Go Miho, Eunhyuk

Support Cast : Euncha, Leeteuk, Suju member, Minho

Cameo : Shinee, Lee Donggun

Rating : AAbK

Genre : Romance

1st published @ http://wp.me/p1rQNR-6m

 

^^^

 

“Tapi bo’ong,” ucap Miho langsung melepaskan tangan Eunhyuk. Wanita itu kemudian tersenyum-senyum gaje ketika melihat muka semua orang masih terlihat shock, terutama Eunhyuk. Sebenarnya dia sedang berusaha mengembalikan mood cerianya. Dia tidak mau terus diikuti keresahan akibat serangan paniknya barusan.

“Noona mengagetkan kami saja!” Key berseru dari samping sambil menghampiri Minho.

“Kalian yang aneh. Kejadian kayak gitu ga mungkin terjadi, kan?” Miho mendekati Euncha dengan cuek.

“Haha, iya ya, ga mungkin. Kalo sama Leeteuk Hyung, baru kami percaya…” itu suara Jonghyun.

Serempak Miho, Euncha, Eunhyuk dan Minho menoleh ke arah Jonghyun. Yang dilihat langsung salah tingkah. “W, w, w, wae? Itu rahasia ya?”

“Apa maksudmu, Hyung?” kali ini Minho berkata dengan nada rendah.

“Kalian belum tahu?!” Jonghyun menatap teman-temannya yang perlahan menggeleng kecuali Onew. Lalu dia menyadari kesalahannya, “Gawat! Aku keceplosan. Mian, Noona…” katanya dengan pandangan minta maaf pada Miho.

Miho tidak tahu apa yang terjadi, tapi sepertinya ada yang salah di sini.

Euncha melihat berganti-ganti antara Jonghyun dan Miho. Jonghyun tidak tampak sedang main-main, sementara Miho tampak sedikit bingung meski raut mukanya berhati-hati.

Eunhyuk merasa panas dingin mendengar kalimat pertama Jonghyun tadi. Dia ingin berteriak, andwae!

“Mwoya, Hyung?! Jelaskan padaku!” Minho merasa ketidaksabarannya semakin memuncak.

Jonghyun melihat Onew membuang muka. Ah benar, waktu itu ada Onew juga di sana. “Hyung! Kau mendengarnya juga, kan?” tanyanya pada Onew.

Onew menggumam tak jelas. Malah membuat orang yang kebingungan semakin penasaran. Akhirnya Eunhyuk berkata setegas yang dia bisa, menunjukkan keseniorannya, “Kalian kalau ngomong yang jelas. Cepat jelaskan!”

Jonghyun menatapnya takut-takut, lalu dengan perasaan tidak enak melanjutkan, “Geunyang~ Tadi itu kita sedang di ruang ganti, lalu manajer kami dan manajer hyung masuk dan mereka bercerita. Sepertinya rahasia, tapi kami tetep bisa denger. Manajer kalian sedang kebingungan karena hubungan antara Leeteuk Hyung dan Miho Noona mulai tercium keluar… Intinya sih begitu. Mereka kelihatan bingung.”

Minho memperhatikan wajah Miho selama Jonghyun bercerita. Wajah wanita itu langsung berubah lebih berhati-hati. Sepertinya itu artinya cerita Jonghyun benar. Sial. Geramnya. Baru saja dia hendak melakukan pendekatan, ternyata dia sudah kalah jauh.

Euncha membelalak tak percaya mendengar penuturan Jonghyun.

Miho mulai berpikir keras. Penuturan Manajer Suju itu bernada ambigu. Ada yang sedang dimainkan oleh Manajer Suju di sini. Sepertinya orang itu sengaja memancing kesalahpahaman orang lain. Dia tidak berharap menemukan fakta bahwa orang itu bisa selicik yang dipikirnya, tapi di dunia ini sifat manusia adalah yang paling tidak bisa ditebak, jadi mungkin saja dugaannya benar. Ketika kata demi kata terucap dari bibir Jonghyun, Miho perlahan mengatur ekspresinya menjadi sedatar mungkin agar tidak menimbulkan asumsi apapun.

Di belakang Miho, Eunhyuk merasakan tangannya menegang. Dia tidak mengepalkannya, hanya pelipisnya yang berkedut-kedut. Bagaimana mungkin Leeteuk menyembunyikan hal seperti ini dari yang lain? Pantas saja dia akrab sekali dengan Miho. Semua skinship itu, pikirnya tak karuan sambil memandang Miho. Bagaimana mungkin makhluk ini bercanda tentang menjadi pacarnya tadi?

Eunhyuk sakit hati. Saat ini Eunhyuk menyadari bahwa dia memang sudah terpesona pada Miho. Terperangkap dalam kecantikannya. Status gender Miho tidak bisa menghalangi hatinya untuk mulai jatuh pada wanita itu. Yah, apapun kondisi aslinya, Eunhyuk selalu menganggapnya wanita,entah dia menginginkannya atau tidak. Ironisnya, dia baru menyadarinya sekarang, begitu tahu Leeteuk telah—lagi-lagi—berhasil melangkah lebih dulu.

Keheningan yang tidak enak itu terpecahkan oleh suara seseorang yang asing dari suatu sudut, “Ehem! Maaf, tapi Eunhyuk Oppa dan Shinee, kalian harus segera tampil. Tidak banyak waktu lagi,” kata orang itu yang tak lain adalah Rena.

Tadi gadis itu disuruh mencari Shinee yang tiba-tiba menghilang, sementara yang menyuruhnya hendak mencari Eunhyuk. Tak disangka dia menemukan mereka semua di sini. Sedang tegang karena satu masalah yang bermuara pada Miho si Siluman Rubah tua itu. Dia terkejut sekali mendengar fakta bahwa ternyata memang ada sesuatu antara Leeteuk dan Miho. Eunhyuk yang satu grup dengan Leeteuk pun bahkan terlihat tidak tahu mengenai hal ini. Sial. Wanita itu memang benar-benar sumber kekacauan.

“Cepatlah,” desak Rena pada semua orang. Kalau waktunya tidak sesempit ini dia pasti sudah bertindak mengusir Miho terlebih dahulu, tapi sekarang ini wanita itu tidak penting.

Eunhyuk yang bergerak lebih dulu. Dia menepuk pundak Miho pelan. “Ayo,” katanya dengan suara terkontrol. Dia ingin memukul sesuatu, tapi begitu dilihatnya wajah Rena, dia tahu itu tidak boleh dilakukan. Bagaimana gadis kru itu bisa ada di sini? Ah, ani, pertanyaan yang lebih penting adalah sejak kapan. Bisa gawat kalau dia sampai mendengar pembicaraan mereka barusan. Tapi Eunhyuk tidak bisa menebaknya sebab wajah Rena tampak serius dan datar.

“Aku menemukan mereka. Kami sedang menuju ke sana,” ujar Rena tiba-tiba berkata pada radio di tangannya.

Semua orang seperti disadarkan kemudian mulai bergerak meninggalkan halaman dalam itu. Perasaan mereka semua tidak pasti, kecuali perasaan Miho. Saat ini otaknya sudah mengambil alih. Perasaannya tidak lagi berperan.

 

^^^

 

“Itu tidak benar, Eunchanie,” Miho berkata tanpa menatap Euncha. Saat ini mereka ada di belakang panggung yang mulai ramai lagi karena semua orang mulai berbenah.

Penampilan terakhir sudah dilakukan, semua artis SME yang tadi berperan serta sedang bersiap-siap pulang termasuk Suju. Oleh karenanya sekarang Miho dan Euncha sekarang sedang berjalan kembali ke ruangan Jihoon melewati orang-orang.

Tempat itu benar-benar kacau. Kabel-kabel dimana-mana, tirai-tirai bergeletakan, pria-pria mengangkati lampu-lampu besar. Herannya dalam kekacauan itu masih saja ada orang yang jeprat-jepret mengambil foto ke sana kemari. Seperti tidak ada kerjaan saja, pikir Miho sambil mengamati orang-orang berkamera tersebut.

Euncha mengamati foto HoMin lengkap dengan tanda tangan keduanya. Hatinya sedikit senang dengan itu, tapi dia tidak bisa rileks. Saat ini Miho sedang berusaha mengatakan padanya bahwa tidak ada apa-apa antara Leeteuk dan dirinya. Euncha sungguh ingin percaya, tapi interaksi antara mereka berdua sejak awal mereka bertemu tadi pagi, mengatakan hal yang sebaliknya. Miho demikian akrabnya dengan Leeteuk, seperti sudah sejak lama mereka berbagi keseharian. Dirinya yang memang sudah agak jarang bergaul dengan Miho jadi merasa agak tertinggal.

Euncha sedikit menggoyangkan kepalanya. Kakinya terus melangkah mengiringi Miho. Tidak penting bagaimana perasaannya, tapi kalau Miho sampai benar ada apa-apa dengan Leeteuk, itu bisa berbahaya bagi dirinya. Dulu dengan Minho, sekarang dengan Leeteuk. Akan berapa banyak lagi fans yang bernafsu membunuhnya? Euncha benar-benar khawatir.

Sedang kalut begitu, tiba-tiba terdengar suara, “Miho-ya, tunggu!”

Miho dan Euncha menoleh. Mereka mendapati Leeteuk telah berganti pakaian dan sekarang sedang berlari mendekati mereka. Begitu dekat, pria itu bertanya, “Kalian mau pulang?”

Miho dan Euncha mengangguk.

Leeteuk berjalan ke depan mereka sambil berkata, “Ayo aku antar.”

Miho lebih cepat menjawab dari Euncha, “Tidak usah Oppa. Kami sendiri saja.”

“Tidak apa-apa. Aku yang mengajak kalian tadi, jadi aku juga ingin menyerahkan kalian lagi pada Jihoon Ahjussi,” Leeteuk berkeras. Perasaannya sedang ringan sekarang. Penampilan mereka sukses, Miho menunggunya sementara dia manggung, semua terasa baik, pikirnya tidak menyadari adanya isu miring yang sedang berkembang.

Euncha dan Miho saling bertatapan. Mereka sama-sama tidak ingin dekat-dekat Leeteuk sekarang ini. Menghindari berkembangnya bibit berita salah yang sudah terlanjur tersebar di antara segelintir orang. Kali ini Euncha bicara dengan nada lebih formal, “Tidak apa-apa, Oppa. Jihoon Oppa pasti mengerti kok.”

“Eissh, sudahlah. Intinya aku ingin mengantar kalian. Ayo!” katanya sambil nyengir dan menarik tangan Miho.

Miho terkejut dan hanya bisa menatap Euncha dengan bingung. Terpaksa akhirnya Euncha mengikuti mereka. Di luar area sibuk, mereka berjalan bertiga beriringan. “Oppa ga takut ada yang melihat ini terus salah paham?” tanya Miho dengan nada polos. Dibuat polos, sebenarnya.

Leeteuk menoleh, “Salah paham? Kenapa mesti salah paham?”

Miho mengangkat bahunya dan mencibirkan bibir bawahnya, “Yah, ga tau juga kenapa. Alasan orang berpikir kan macem-macem.”

Leeteuk tertawa, “Hahaha… jangan terlalu berprasangka pada orang. Nanti cepet tua lho. Liat tuh, di dahimu udah muncul kerutan,” godanya pada Miho sambil mengelus area antara kedua alis wanita itu.

Miho cepat-cepat mengangkat tangan hendak meraba dahinya. Secara tak sengaja tangannya bersenggolan dengan tangan Leeteuk. Leeteuk makin melebarkan senyumnya, sementara Miho hanya membalas dengan salah tingkah. Di sebelah mereka, Euncha memutar bola matanya. Pantas saja orang mengira mereka pacaran. Kelakuannya begitu! Jangan-jangan emang bener kali, pikirnya agak sewot.

Tak berapa lama mereka sampai di depan ruangan Jihoon. Euncha buru-buru masuk hanya untuk mendapati bahwa Jihoon sedang tenggelam dalam kertas-kertasnya dan bahkan sepertinya lupa bahwa dia tadi datang bersama Miho dan Euncha.

Miho dan Leeteuk masih di luar. Leeteuk berpamitan pada Miho dan minta dipamitkan pada Euncha yang masih sibuk misuh-misuh pada Jihoon di dalam. Tangannya terulur dan terkepal.

Miho bingung, lalu ikut-ikutan mengulurkan kepalannya dan memukulkannya pelan ke kepalan tangan Leeteuk. Dipikirnya Leeteuk mengajak bersalaman a la anak-anak hip-hop.

Melihat reaksi Miho, Leeteuk tertawa geli. “Hahaha, bukan itu maksudku, Miho Sayang…” makin lama sepertinya Leeteuk makin suka menggunakan panggilan mesra untuk Miho. Miho sih tidak merasa ada yang salah, sebab Leeteuk memang terasa makin seperti Jihoon baginya.

“Aku punya sesuatu untukmu,” Leeteuk melanjutkan. “Buka tanganmu.”

Miho menurutinya dengan lugu. Kemudian ke atas telapak tangan Miho, Leeteuk menjatuhkan dua strap ponsel yang lucu sekali. “Satu untukmu, satu untuk Euncha. Kami semua mendapatkannya hari ini dan ada lebih, jadi aku mengambil dua untuk diberikan padamu dan Euncha,” jelas pria itu pada Miho.

Miho mengamati benda itu sambil nyengir lebar. “Lucu sekali, Oppa…” bibirnya bergerak-gerak lucu mengamati benda di tangannya itu. Pikirannya sudah mulai memilih mana yang untuk Euncha dan yang mana untuknya. Satu berwarna hijau dan satu berwarna putih. “Untuk aku yang mana?” tanyanya meminta pendapat Leeteuk sambil menggantung-gantungkan kedua benda itu di bawah telinga hingga terlihat seperti anting panjang.

Leeteuk memasang tampang sok serius, kemudian berkata, “Yang putih aja, biar sama sama punyaku. Kita kembaran, eotte?”

Miho berbinar mendengar itu lalu langsung mengamati keduanya lagi di tangan, tepat saat Euncha keluar ditemani Jihoon. Seperti anak kecil membagi permennya, Miho mengulurkan strap berwarna hijau pada Euncha. “Untukmu,” katanya. “Dari Leeteuk Oppa!”

Euncha menerima benda itu lalu mengamatinya, kemudian berseru senang dan mengucapkan terima kasih berkali-kali pada Leeteuk. Dia diberi hadiah oleh seorang selebriti! Wah, mimpi apa dia semalam?!

Leeteuk hanya tertawa dan kemudian berpaling pada Jihoon yang sedang mengelus kepala Euncha dengan sayang. “Saya mengantarkan mereka. Terima kasih sudah mengijinkan mereka pergi dengan saya tadi,” katanya sambil membungkuk sopan.

Jihoon tersenyum. Dia menyukai Leeteuk yang memiliki attitude sopan. “Wah, sepertinya aku secara instan langsung jadi ayah dua orang gadis,” katanya bercanda lalu melanjutkan, “Ya, terima kasih juga sudah membawa mereka bersenang-senang. Sepertinya acaranya sukses?” tanyanya berbasa-basi.

Percakapan basa-basi berlangsung sejenak sebelum Leeteuk benar-benar berpamitan pulang. Sebelum pergi, pria itu mengelus kepala Miho, lalu segera berbalik menuju tempat teman-temannya menunggu.

 

^^^

 

Keesokan harinya, Manajer Suju datang pagi-pagi sekali dan langsung menggedor pintu kamar Leeteuk. Saat itu masih jam 6 pagi, dan malam sebelumnya, mereka baru sampai di asrama sekitar

pukul 3, jadi Leeteuk belum tidur terlalu lama. Dengan mata sipit dia membuka pintu kamarnya dan langsung ditarik ke depan tv oleh Manajer.

“Ini benar?!” tanya lelaki itu sambil melemparkan sebuah tabloid ke meja. Leeteuk yang masih belum melihat dengan jelas, meraba meja dan mencoba keras membaca tulisan di hadapannya.

Sambil memberi waktu pada Leeteuk untuk menyerap berita paginya, Manajer mengeluarkan tabletnya dan menyalakannya. Begitu menyala langsung dikoneksikannya ke internet. Dia mengakses Youtube dengan cepat dan mem-pause video yang dimaksudkannya untuk berpaling lagi pada Leeteuk.

Saat dia berpaling, mata Leeteuk sudah terbuka lebar, dengan tangan menutupi mulut. Sementara itu, anggota Suju lain mulai berdatangan karena terkejut mendengar suara ribut-ribut dari ruang tengah, meski tidak semuanya. “Kok bisa—“ kata-kata Leeteuk tidak selesai saking kagetnya melihat berita tersebut. Tanpa mempedulikan apakah pertanyaannya akan dijawab atau tidak, Leeteuk membuka tabloid itu dan mencari berita selengkapnya.

“Sebab kalian melakukannya di tempat umum, bodoh!” Manajer Suju tampak emosi.

Donghae berlari mendekati Leeteuk dan membaca judul berita di bagian depan tabloid, lengkap dengan foto Leeteuk yang sedang mengelus kepala Miho. Sekejap saja, suasana tenang pagi itu berubah menjadi heboh akibat berita yang dibawa oleh manajer.

Dalam tabloid itu disebutkan bahwa Leeteuk memang sedang menjalin hubungan dengan seorang gadis dari kalangan bukan artis. Gadis yang sebelumnya diketahui menampar Choi Minho, anggota Shinee. Bahkan dikatakan bahwa ada sumber orang dalam yang memberikan kesaksian bahwa itu benar. Disebutkan pula bahwa di acara kemarin banyak saksi mata yang melihat sendiri interaksi yang mesra antara Leeteuk dan Miho di belakang panggung.

Manajer Suju benar-benar kalut sekarang. Padahal Miho belum masuk SME, tapi berita heboh ini sudah muncul. Bukan hal yang rumit sebenarnya, karena jika terkait Leeteuk, Manajer bisa dengan mudah menggunakan alasan “berbahagia sebelum memasuki militer” untuk melindungi anak tertuanya itu dari pemberitaan buruk. Tapi yang jadi masalah, Lee Sooman pasti akan mengamuk.

“Harus bilang apa pada Sajangnim, sekarang?” tanya lelaki itu letih.

Leeteuk tidak mempedulikannya. Matanya terus menelusuri berita yang sedang dibacanya. Sebagian berita itu berisi asumsi dan prediksi yang dibentuk oleh si penulis, atau dengan kata lain, itu sampah. Tapi sebagian lainnya membeberkan fakta-fakta yang jelas yang memang terjadi kemarin. Saat dia berjalan berdua Miho, tentang strap telepon genggam itu, dan…

Tunggu dulu! Dari mana mereka tahu tentang itu? Bukankah kemarin tidak ada yang melihat mereka? Atau sebenarnya mereka memang sudah diincar dari awal? Dan ada yang mengikuti mereka? Mengapa Leeteuk tidak menyadarinya? Mungkinkah benar ada kru yang menjadi mata-mata media?

Pagi itu, pikiran Leeteuk dipenuhi spekulasi.

 

^^^

 

Pukul 8.

Meski tidak semua orang, tapi sebagian penghuni asrama sudah keluar untuk memenuhi jadwal mereka. Jadwalnya sendiri nanti, masih pukul 10. Namun gara-gara kehebohan tadi pagi, dia sudah selesai mandi dan wangi. Saat ini dia sedang duduk di meja depan tv, membaca tabloid yang dibawa oleh Manajer Hyung.

Tadi pagi, karena semua orang berebutan ingin membaca, dia memilih kembali ke tempat tidur dan melanjutkan tidurnya yang gelisah. Sekarang, setelah badannya lebih segar, hatinya lebih gelisah lagi membaca berita itu. Ada berapa tabloid yang sudah mendengar hal ini? Apakah ini juga tersebar di tv? Bagaimana kondisinya setelah melihat berita ini?

Kenapa dia tiba-tiba jadi lemas sekarang? Kemana semangatnya? Kenapa berita itu begitu mempengaruhi moodnya? Pacar Leeteuk? “Hahaha!” dia tertawa kesal.

Setengah sadar karena sudah diliputi kekesalan, dia meraih ponselnya lalu melakukan panggilan ke nama yang selalu membuatnya resah. Beberapa saat dia harus menunggu teleponnya diangkat. Lalu begitu dia mendengar suara seseorang menyapa di seberang, dia langsung berkata, “Pagi. Ini Eunhyuk.”

 

^^^

 

“Nugu?” Miho meminta si penelepon mengulangi namanya.

“Eunhyuk,” cowok itu menyebutkan namanya sekali lagi.

Miho mengucek matanya dengan satu tangan yang tidak memeluk guling. Tapi tidak kemudian membuka mata. Masih dengan mata terpejam dia berkata, “Oh… Eunhyuk-i. Ada apa? Kenapa telepon malam-malam begini?”

Di tempatnya, Eunhyuk menjauhkan ponsel dari telinganya. Malam? Wanita itu ngelindur ya? Matahari sudah setinggi matahari *ya iyalah, masa setinggi pohon cabe* di atas sana, dia bilang masih malam?! “Kau masih tidur?!” tanyanya dengan keheranan dilebih-lebihkan.

Miho menggosok hidungnya sehingga suaranya agak sengau ketika menjawab. “O, aku masih ngantuk~”

Eunhyuk memandang kosong ke depan. Suara Miho serak-serak seksi, mau tidak mau pikiran Eunhyuk melayang pada bayangan Miho masih tergeletak tak berdaya di atas tempat tidur dengan rambut acak-acakan dan mata sayu. Sesaat niatnya menelepon Miho menjadi kabur. Dengan susah payah dia berusaha mengembalikan kesadarannya. Suaranya lebih dalam dan dia hampir tersengal ketika berkata lagi dengan pelan, “Ya, ini sudah siang, Pemalas…”

“Masih malam untukku,” sahut Miho tak peduli. Terlintas cepat dalam pikirannya bahwa biasanya Leeteuk yang mencegahnya tidur di malam hari, dan sekarang Eunhyuk yang membangunkannya pagi-pagi sekali. Apa Super Junior tidak bisa membiarkannya beristirahat dengan tenang ya?

Hati Eunhyuk melembut mendengar nada bicara Miho yang sepertinya memang masih ngantuk sekali. Sekaligus iri. Enak sekali wanita itu, bisa tidur cepat, bangun siang, pantas saja kulitnya bagus sekali. “Memang kau ngantuk sekali?” tanyanya melembut mengikuti hatinya.

“O…” Miho menyahut manja. Dibenamkannya wajah ke bawah guling sehingga ponselnya sekarang terjepit antara telinga dan guling. “Wae geurae?” nadanya semakin pelan ketika menanyakannya, dia sudah hampir jatuh tertidur lagi.

Eunhyuk meremas tabloid di tangannya mendengar pertanyaan Miho. Sebenarnya apa yang sedang dia lakukan? Perasaan marahnya begitu besar ketika mendengar berita Leeteuk dan Miho menjalin hubungan. Tapi sekarang, ketika dia mendengar suara Miho, rasa marahnya hilang tak berbekas. Dia membuka mulutnya bingung. Apa yang harus dikatakannya?

Miho menunggu. Sampai setengah tertidur lagi. Ketika hampir meloncat ke alam tidur nyenyak, pertanyaan Eunhyuk datang, “Kau pacaran dengan Leeteuk Hyung?”

Aaah, mengganggu saja sih?! Miho berpikir. Terserahlah, aku masih mau tidur. “O,” jawabnya pendek. Kenapa sih orang-orang ini? Aku mau tidur, pake diganggu sama pertanyaan ga jelas lagi. Aku pacaran sama Leeteuk Oppa? Ya, aku paca—

Miho membuka matanya lebar. “EH?!” suaranya terkejut. Tubuhnya mendadak bangun.

“Jadi begitu ya? Itu benar?” tanya Eunhyuk. Nadanya lemah, karena memang di hatinya ada rasa sakit yang entah bagaimana muncul. Dalam benaknya saat ini tampak jelas bayangan Leeteuk dan Miho saling bercanda. Dia gagal untuk membangkitkan bayangan bentuk Miho sebagai laki-laki. Haha, seperti dia pernah berhasil saja melakukan itu, tawanya miris.

“Mworago?!” Miho hampir berteriak di teleponnya, membuat Eunhyuk tersadar dari lamunannya.

Cowok itu tertawa menutupi perasaannya. “Ya~ Mihyung! Jadi begitu. Selamat ya… Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku?! Sejak kapan? Wah, aku ga nyangka selera Leeteuk Hyung ternyata wanita sepertimu…”

“Diam!” Miho membentak Eunhyuk tidak sabar, tapi Eunhyuk mengira Miho marah karena status transgendernya. “Kau jangan banyak bicara. Ulangi lagi pertanyaanmu! Aku ga denger!”

Takut-takut Eunhyuk mengulangi pertanyaannya, “Sejak kapan kalian—“

“Bukan yang itu! Sebelumnya!”

Eunhyuk mengernyit, berusaha mengingat pertanyaan sebelum yang satu itu. Bukannya dia sudah bertanya dengan jelas, ya? “Kau pacaran dengan Leeteuk Hyung?” yang ini bukan ya, maksud Miho?

“Apa kau mau memastikan ucapan Jonghyun kemarin?” Miho menjadi waspada. Yang disayangkannya kemarin adalah bahwa setelah kembali ke belakang panggung, mereka tak punya waktu lagi untuk menjelaskan situasi, baik itu dengan Manajer Suju, maupun dengan Leeteuk, jadi

masalahnya tetap mengambang. Tapi mestikah pagi-pagi begini Eunhyuk meneleponnya hanya karena hal itu?! “Kenapa mesti telepon pagi-pagi begini, sih?!” kesalnya.

“Ne, joisonghamnida…” kata Eunhyuk meminta maaf mendengar nada kesal Miho. Lalu dia melanjutkan ragu, “Aku kan hanya ingin memberimu selamat karena akhirnya kalian bisa berhubungan secara terang-terangan…”

“Terang-terangan?” Miho benar-benar tidak mengerti apa yang dibicarakan Eunhyuk. “Hyuk, apa sih yang kamu omongin?”

Eunhyuk mengeluarkan tawa kecil—sebenarnya itu dengusan untuk meluapkan perasaannya yang terluka, “Hehe, tenang saja, Mihyung. Kami semua sudah tahu kok. Kalau memang Leeteuk Hyung menyukaimu, kami semua tidak akan menentangnya.”

“Leeteuk menyukaiku? Beneran?” Miho bertanya ragu pada Eunhyuk. Tidak jantan sekali Leeteuk, masa rasa sukanya harus disampaikan lewat orang lain?

Eunhyuk tersenyum menahan perasaannya. Sepertinya Miho masih tidak ingin orang lain tahu. Aneh, dimana-mana biasanya yang selebriti yang berusaha menutup-nutupi, tapi ini malah Miho yang bukan siapa-siapa yang tidak ingin terbuka. Baiklah kalau memang ini hal yang diinginkannya, dia tidak akan mendesak lagi. Toh Leeteuk Hyung sepertinya sudah memutuskan untuk terbuka. Itu urusan mereka. “Arasseo, Hyung. Pokoknya aku hanya ingin mengucapkan selamat, ga bermaksud ikut campur. Leeteuk Hyung pasti sangat mencintaimu sampai mau dia mau secepatnya terang-terangan begini. Kututup ya… selamat sekali lagi.”

Klik. Langsung ditutupnya telepon tanpa menunggu jawaban Miho. Tidak ingin memberi waktu pada dirinya sendiri untuk bermuram ria, Eunhyuk menyingkirkan kasar tabloid di tangannya, lalu berjalan memasuki kamar mengambil kunci mobilnya. Dia akan berangkat sekarang. Ini memang masih pukul setengah sembilan, tapi toh kalau dia mengambil rute terjauh untuk berputar-putar dengan mobilnya, dia akan sampai di studio tepat waktu, tidak kepagian. Dia butuh berputar-putar dengan mobilnya. Melihat suasana luar pasti membantunya melupakan sakit hati. Harus. Kalau tidak, harinya akan berubah menjadi hari terburuk sedunia.

Miho memanggil-manggil Eunhyuk, “Yoboseyo? Yoboseyo? Hyuk? Yoboseyo?!” tidak ada jawaban. Telepon itu sudah mati. Meninggalkan Miho dengan semua rasa penasaran di alam semesta. Anak itu aneh sekali sih? Miho berpikir jengkel. Sudah membangunkannya pagi-pagi buta, sekarang meninggalkannya tanpa kejelasan. Awas saja kalau ketemu, kuhabisi dia! Tekad Miho.

 

^^^

 

Dia ngapain sih? Pikir Leeteuk kesal memandangi teleponnya. Dia sedang berusaha menghubungi Miho. Sudah dari tadi, tapi nadanya sibuk terus. Sepertinya gadis itu sudah tahu, terbukti dari teleponnya yang terus sibuk. Mungkin dia sudah dihubungi oleh banyak orang.

Saat ini Leeteuk sedang menunggu di depan ruangan Lee Sooman bersama Manajer Hyung. Mereka sedang bersiap untuk dimarahi. Manajer Hyung terus-menerus mengatakan banyak hal padanya, tapi Leeteuk tidak bisa berkonsentrasi pada kata-kata pria itu. Tadi dia sempat sekilas mengecek akun-akunnya di dunia maya. Namanya tidak begitu baik lagi, sepertinya. Tapi yang parah adalah ketika dia melihat akun twitter milik Miho, gadis itu kehilangan banyak sekali pengikut dan mendapat banyak sekali makian.

Lalu dia membuka lagi situs Youtube. Komentar-komentar tidak enak semakin banyak di bawah video yang menayangkan interaksi terakhirnya dengan Miho kemarin, yaitu ketika dia memberi wanita itu hadiah. Astaga, para pengejar berita itu… mereka bahkan sampai menyiapkan kamera video untuk menyebarkan berita seperti ini?!

Kepikiran tentang Miho, Leeteuk mencoba menelepon wanita itu lagi. Lagi-lagi tidak diangkat. Apakah Miho menghindarinya?

Tiba-tiba sekretaris Lee Sooman memanggil mereka untuk masuk. Leeteuk tahu, ini adalah saat itu. Saat dimana dia harus memilih, telepon atau karirnya yang mati. Bukan pilihan sulit tentu saja, pikirnya sambil langsung menonaktifkan ponselnya.

 

^^^

 

Miho mengemasi semua barang-barangnya dalam satu gerakan. Naskah, baju ganti, ponsel, kacamata dan topi. Dia menatap laptopnya, lalu memutuskan untuk meninggalkan barang itu kali ini. Karena ini latihan resmi pertama, pasti dia tidak akan punya waktu untuk membuka laptopnya nanti, Biasanya latihan pertama adalah masa masing-masing pemain ‘berkenalan’ dengan jiwa tokoh yang diperankan, dan itu artinya dia akan sibuk berkonsentrasi dan menjalin hubungan dengan pemeran-pemeran lain.

Dia turun tanpa mengecek ponselnya, tidak mengetahui dia telah melewatkan 7 panggilan yang kesemuanya dari Leeteuk. Sesampainya di bawah, dia menemukan ibunya sedang duduk di ruang makan sambil membaca tabloid langganannya. “Pagi Eomma,” sapanya langsung menuju tempat nasi dan mengambil sarapan.

Setelah duduk manis dan mulai menyuap, Miho menyadari bahwa ibunya sedang menatapnya. “Wae?” tanyanya tidak mengerti.

“Kau mau kemana?” ibunya bertanya datar.

“Aku mau latihan hari ini, Eomma.” Setelah kedatangan Lee Donggun, Miho sudah menceritakan pada orang tuanya bahwa dia akan ikut berperan dalam sebuah drama teater. Tidak seperti yang disangkanya waktu itu, kedua orang tuanya tidak menunjukkan sikap melarang, meski tidak juga mengatakan bahwa mereka menyetujuinya. Minggu lalu, seingatnya dia sudah menyampaikan bahwa latihan drama itu akan dimulai hari ini.

Ibu Miho teringat kata-kata anaknya minggu lalu, kemudian mengangguk. Ditatapnya lagi putrinya itu dengan perasaan campur aduk. “Miho-ya,” panggilnya pelan.

Miho mendongak menatap ibunya. “Waeyo?”

“Apa kau sudah punya pacar?” tanya ibunya.

Miho melihat ke arah lain sejenak, bingung kenapa ibunya bertanya begitu. “Ani,” gelengnya lugu.

“Kau bukan sedang menyembunyikan pacarmu dari Eomma, kan?”

Miho meletakkan sendoknya. “Eomma wae geurae? Eomma ga berpikir mau menjodohkan aku kan?” tanya Miho curiga. Harusnya Eommanya tahu itu tidak mungkin. Menjodohkan Miho, maksudnya.

Eommanya menggeleng. Dia kemudian mengangsurkan tabloid yang tadi dibacanya pada Miho. Miho segera membaca headline tabloid itu. Untunglah selesai membacanya, tidak ada lagi nasi di mulutnya sehingga dia tidak tersedak.

Miho segera memandang Eommanya dengan terbelalak. “Ani Eomma, ini ga bener. Kami ga punya hubungan seperti itu,” kata Miho gugup. Sial, jadi inikah yang dibicarakan Eunhyuk?

Ibu Miho mengambil tabloid itu kembali. Dia bisa melihat bahwa anaknya berkata jujur. “Eomma rasa Eomma percaya padamu,” ujarnya yang langsung di putus oleh suara terkesiap Miho.

“Omo! Eomma, eodi appeo? Eomma gwenchanha?” tanyanya dengan nada prihatin. Hampir saja air matanya menggenang.

Ibu Miho terkejut. “Kau kenapa?” tanyanya heran pada Miho.

“Eomma ga sakit kan? Eomma baik-baik saja, kan? Kenapa tiba-tiba Eomma percaya padaku?” Miho benar-benar khawatir melihat sikap tenang ibunya. Apakah ibunya memiliki penyakit sehingga tidak lagi tidak percaya padanya?

Ibu Miho kesal sekali. Segera digulungnya tabloid tadi dengan asal kemudian dia gunakan untuk memukul kepala Miho. “Dasar anak kurang ajar! Kau mengharapkan Eomma sakit?!”

“Ani~” Miho mengelus-elus kepalanya yang tidak sakit. Matanya benar-benar tegenang air mata sekarang. Dia segera berpindah ke sebelah ibunya. Tangannya langsung memeluk sang ibu. “Eomma marah saja padaku. Jangan tiba-tiba baik begini, aku takut kalau Eomma begini, kayak bukan Eomma,” katanya manja sambil meletakkan kepalanya di pundak sang ibu.

Ibu Miho tersenyum kecil. Dielusnya kepala anaknya. “Jadi kau lebih suka Eomma memukulimu?”

“Ne, lebih terasa seperti Eomma,” jawab anaknya manja.

“Arasseo,” ditariknya rambut Miho dengan bercanda, kemudian dikecupnya puncak kepala gadis kesayangannya itu. “Lanjutkan makanmu,” katanya menarik mangkok Miho.

“Suapin~” pinta Miho kolokan.

“Aigooo! Apa benar umurmu sudah 27 tahun?!” ibunya pura-pura memprotes tapi tetap mengambil sesuap nasi untuk Miho.

Miho menerima suapan itu sambil menggenggam tangan ibunya yang lain. Kepalanya menggeleng, “Ani, aku tetap gadis kecil Eomma,” katanya. Hatinya lega melihat eommanya tersenyum. Dia suka melihat eommanya punya alasan jelas untuk melakukan sesuatu. Dulu, saat dia sakit, Miho melihat eommanya selalu melakukan semua hal. Pada satu titik akhirnya Miho mengerti bahwa saat itu ibunya melakukan semua itu—sampai jatuh sakit—agar tidak kehilangan kekuatannya dalam menghadapi Miho yang dilanda depresi berat. Dengan kata lain, eommanya berusaha agar tetap memiliki aktivitas meski tanpa alasan apapun. Miho tidak mau melihatnya lagi. Eommanya tampak sangat menderita saat itu. Itu pula yang menjadi salah satu alasannya ingin sembuh dan mendesak kerapuhannya jauh ke alam bawah sadarnya.

“Tadi, Donggun ssi menelepon,” kata eommanya. Setelah beberapa kali menelepon ke rumah dalam beberapa hari belakangan, Donggun akhirnya berhasil mendesak ibu Miho agar tidak memanggilnya dengan sebutan Seonsaengnim. “Dia sudah mendengar beritamu, dan ingin tahu yang sebenarnya,” kata wanita separuh baya itu lagi.

Miho mengangguk. “Aku akan meneleponnya.”

Ibu Miho mengambil sesuap nasi lagi, “Dia tadi menitip pesan bahwa dia akan menemuimu di teater. Jadi Eomma rasa kau tidak perlu meneleponnya.”

“O,” Miho memberi sinyal menurut.

“Apa kau tidak apa-apa pergi sendiri? Perlukah Eomma menemanimu?” tanya ibunya.

Akhirnya Miho sadar. Ibunya sedang khawatir. Pemberitaan kali ini sepertinya lebih besar daripada berita dengan Minho kemarin. “Aku akan minta tolong Euncha menemaniku,” kata Miho langsung mengambil ponselnya.

Ketika dia membukanya, dia terkejut mendapati adanya 7 panggilan masuk dari Leeteuk. “Oppa?” gumamnya tanpa sadar.

“Eh?” ibu Miho yang sedang mengambil nasi lagi menoleh penasaran.

“Ani,” Miho mengabaikan ibunya lalu memencet speed-dial untuk Euncha. Tidak diangkat. Lalu dia menelepon rumah Euncha. “Imooo!” panggilnya manja begitu mendengar suara ibu Euncha. “Eunchanie ada?” tanyanya setelah menjawab serangkaian pertanyaan wajib yang selalu ditanyakan imonya kalau dia menelepon ataupun berkunjung ke rumah mereka. Imonya mengatakan bahwa Euncha sudah pergi ke kampus pagi-pagi. Sedang mengerjakan beberapa penelitian, katanya.

Miho mencibirkan bibirnya kecewa. Lalu dengan suara diriang-riangkan dia berkata, “Oh, gapapa deh Imo. Nanti aku telepon lagi aja ke ponselnya. Salam buat Samchon ya? Bye, Imo… Saranghae…”

Dia memberi tahu ibunya bahwa Euncha sudah berangkat ke kampus. Kemudian dia melihat kekhawatiran ibunya. “Eomma,” katanya sambil merangkum wajah ibunya dengan kedua tangan. “Gwenchanha. Jeongmal. Eomma ga perlu menemaniku. Aku akan naik taksi, jadi ga ada yang melihatku,” katanya sambil menatap mata ibunya.

Si ibu langsung bangkit dari duduknya, menghampiri sebuah rak. Dari sana dia mengeluarkan dompetnya. Sambil mengangsurkan beberapa lembar uang, dia berkata pada Miho, “Ini untuk naik taksi. Jangan coba-coba naik bis, areo?”

Miho sebenarnya malu sekali menerima uang itu, tapi dia tahu kebutuhan ibunya untuk merasa aman bahwa anaknya bisa pergi keluar tanpa hal buruk mengintai, jadi dia menerima saja uang itu. Senyum anak kecil tersungging lagi di mulutnya, kemudian cepat dimasukkannya uang tadi ke dalam dompet.

Tidak sampai setengah jam kemudian, Miho sudah memasuki taksi yang dipesannya sambil melambai pada ibunya yang mengantar sampai di gerbang. Ketika taksi itu meluncur pergi, ibu Miho komat-kamit berdoa untuk keselamatan anaknya.

 

^^^

 

Eunhyuk membelokkan mobilnya ke kanan. Dan memuaskan matanya dengan pemandangan yang jarang dia lihat. Dia jarang melewati daerah ini, jadi dia bisa dengan leluasa mengamati jalanan-jalanannya, toko-tokonya. Dengan begini, Eunhyuk punya hal yang harus dipikirkan daripada terus terpaku pada rasa galau di dalam hatinya.

Lalu dia melihatnya, keramaian itu. Apa ya? Apa ada kecelakaan? Sepertinya bukan. Tidak ada mobil atau motor yang terparkir dalam kondisi salah di sekitar situ, pikirnya sambil melambatkan laju mobilnya. Matanya mengamati kerumunan orang-orang yang berteriak di trotoar. Apakah sedang ada demo? Di depan minimarket? Demo apaan?

Ketika mobilnya semakin maju, dia mengenali satu sosok yang berdiri sendiri di hadapan kerumunan tadi. Sosok itu mengenakan kacamata dan topi, tapi Eunhyuk langsung mengenalinya. Itu Miho. Dengan kondisi yang menyedihkan. Tubuhnya belepotan entah apa dan masih terus dilempari oleh kerumunan yang tadi diamatinya. Wanita itu tampak marah sekali, tapi kemudian memutuskan untuk berbalik mengacuhkan para penyerangnya.

Eunhyuk memperhatikan bahwa kerumunan itu ternyata semuanya perempuan. Sepotong es krim melayang dan tepat mengenai kepala Miho. Wanita itu berbalik marah hanya untuk mendapati sebuah botol plastik melayang ke kepalanya, menyebabkan kacamatanya terjatuh. Saking terkejutnya, Eunhyuk otomatis menginjak rem. Untung jalanan itu bukan jalanan yang sibuk, jadi tidak ada yang terganggu dengan tindakannya. Sebelum sempat Eunhyuk bertindak apa-apa, kerumunan yang terdiri dari 5 hingga 7 orang wanita yang tadi mengeroyok Miho sudah pergi meninggalkan makian untuk wanita itu.

Miho terlihat marah sekali. Dari dalam mobilnya dia bisa melihat Miho bergetar kemudian menghentak-hentakkan kakinya. Dia mengambil botol yang tadi dilemparkan ke mukanya lalu bersikap seolah hendak melempari kembali penyerangnya. Tapi tidak. Wanita itu tampak diam sesaat lalu malah melemparkan botol tadi ke arah tempat sampah di dekat mobil Eunhyuk yang sekarang sudah berhenti.

Meleset. Botol itu malah terpental dan mengenai moncong depan mobilnya. Eunhyuk tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dipakainya kacamata, masker dan hoodienya, kemudian keluar mobil setelah meyakinkan tidak ada kendaraan di belakangnya. Diambilnya botol yang dilemparkan Miho kemudian dibuangnya ke dalam tempat sampah. Lalu dia mulai berjalan ke arah Miho.

“Mau apa kau kemari?!” teriak Miho saat Eunhyuk baru melangkah beberapa langkah. “Apa kamu ga ada kerjaan?! Sana ke studio kek, atau kemana kek!” Eunhyuk menghentikan langkahnya. Apakah Miho mengenalinya? Jarak mereka masih lumayan jauh, dan tubuhnya tertutup rapat. Benarkah Miho mengenalinya? Dia melanjutkan langkahnya mendekati Miho.

Miho melemparkan tatapan marah. “Pulang sana! Aku ga butuh kamu di sini! Pulang!” teriaknya sambil berpaling lalu mulai melangkah lebar-lebar meninggalkan Eunhyuk. Beberapa pejalan kaki mengamatinya dengan curiga, tapi dia tidak peduli. Malah dia mengejar Miho.

“Miho-ya, ini aku, Eunhyuk,” katanya meraih tangan Miho.

Miho menghentakkan tangannya agar terlepas dari genggaman cowok itu. Matanya melotot dan berkilat-kilat ketika menatap Eunhyuk. “Kau pikir aku bodoh?! Tentu saja aku tahu siapa kau! Makanya kusuruh kau pulang!”

Eunhyuk terkejut, agak tersanjung karena Miho bisa langsung mengenalinya. Tapi jangan panggil dia Eunhyuk kalau refleksnya tidak cepat. Tangannya segera meraih tangan Miho lagi, lalu memaksa wanita itu berpaling padanya. “Ayo aku antar kau. Mau kemana?”

“GA PERLU!”

Eunhyuk melepaskan Miho dan memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya. Kepalanya ditelengkan memberi kesan sikap meremehkan. “Jadi kau mau jalan-jalan begitu saja?”

“IYA! PERGI SANA!”

“Ya udah,” Eunhyuk berbalik dan berjalan kembali ke mobilnya. Tapi dia tidak pergi. Pelan-pelan dia mengikuti Miho di belakangnya. Dia yakin Miho tahu bahwa dia mengikutinya, tapi dia tidak peduli. Gadis itu terus misuh-misuh sambil jalan. Membuat banyak orang berpaling dan kemudian menjauhinya begitu melihat tubuhnya yang belepotan.

Miho kesal karena diserang, diperhatikan, diolok-olok, dan diperlakukan buruk. Padahal dia hanya ingin membeli minum di minimarket tadi. Tahu begitu dia tidak memilih turun sebelum sampai di gedung teater!

Dia marah sekali karena tidak bisa membalas. Bukan tidak mampu, tapi akal sehatnya kali ini sangat mendominasi. Dia tahu kalau dia berlaku buruk pada para penyerangnya, dia malah akan makin banyak mendapat pemberitaan buruk. Tidak seperti penyerangan terhadapnya beberapa hari yang lalu, saat ini berita tentang dirinya dan Leeteuk tampaknya jauh lebih berpengaruh. Keberadaan Eunhyuk yang mengikutinya dari belakang tidak membuat moodnya lebih baik.

Karena tidak memiliki pelampiasan, dia melepas sepatunya lalu membantingnya ke trotoar. Tidak peduli orang-orang menatapnya ngeri dan aneh dengan tubuh belepotan dan es krim menempel di belakang kepala. Sayangnya sepatu itu terpelanting mengenai jidat seseorang. Orang yang menjadi

korban Miho itu langsung mendelik ke arah Miho dan mendatanginya sambil mengacung-acungkan sepatunya.

Sebelum Miho menyadari apa yang terjadi, tangannya sudah ditarik dan terdengar seseorang berseru, “Jeongmal joisonghamnida.” Sekejap saja dia sudah didorong masuk ke mobil Eunhyuk dan mobil itu segera menderum pergi meninggalkan si korban yang berteriak-teriak marah dan Miho yang melongo di sebelah Eunhyuk.

Begitu Miho menyadari apa yang terjadi, telinga Eunhyuk langsung berdenging sakit karena wanita itu berteriak keras sekali di sampingnya, “YA! APA YANG KAU LAKUKAN?!”

Eunhyuk mengernyit sambil menggosok-gosok kupingnya. Dia jadi ingin tahu berapa desibel kekuatan suara Miho.

“KAMU MAU MENCULIKKU?! KAMU CARI MATI, HA?! AKU BISA MEMBUNUHMU DI SINI SEKARANG JUGA KALAU KAMU MAU! TURUNIN AKU! KAMU URUS AJA URUSANMU SENDIRI! JANGAN PEDULIKAN AKU! DASAR BRENGSEK! KAMU DENGER GA???! EUNHYUK PABBO?! PABBO! PABBO!” Miho mulai memukul-mukul lengan Eunhyuk yang sedang menyetir.

Cowok itu melepaskan tangannya yang sedang dipukuli dari setir, berusaha mengendalikan mobilnya dengan satu tangan. Dibiarkannya Miho memukuli lengannya sampai puas. Wanita itu terus berteriak-teriak sambil mengamuk di dalam mobil Eunhyuk. Tanpa protes, cowok yang belum melepas atributnya itu menerima semua perlakuan Miho padanya.

Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya Miho lelah sendiri. Suaranya melemah, begitu pula pukulannya. Eunhyuk merasa lengannya kebas. Sial, kuat juga tenaga Miho. Lalu Eunhyuk teringat, ya iyalah, dasarnya kan dia emang laki-laki.

Miho melepaskan tangan Eunhyuk kemudian menyender di tempat duduknya. Kepalanya terkulai ke arah jendela, membelakangi Eunhyuk. Mereka berdua terdiam. Eunhyuk kembali menyetir dengan dua tangan. Selama beberapa menit mereka terus begitu sampai Eunhyuk berkata, “Udah marahnya?”

Miho tidak bergerak di tempatnya. Hanya mulut mungilnya yang berujar pelan, “Udah. Makasih.”

Eunhyuk menghela nafas lega. Akhirnya, tenang juga. “Kamu mau minum?”

Miho menggeleng. Lalu sadar bahwa Eunhyuk tidak melihat gelengannya itu, maka kemudian dia menjawab, “Ga. Anterin aku ke teaterku aja. Aku udah telat.”

“Arahnya kemana?” tanya Eunhyuk ringkas.

Miho menegakkan kepalanya lalu menunjukkan arah pada Eunhyuk. Lalu dia melihat tangan Eunhyuk yang memegang kemudi. Pasti tangan itu tadi kesakitan karena dipukuli olehnya. Saat ini Eunhyuk sudah membuka masker dan kacamatanya, sehingga memberi kesempatan pada Miho mengamati wajah cowok itu dari samping. Eunhyuk tidak berekspresi apa-apa.

Dengan perasaan menyesal Miho menyentuh lengan Eunhyuk kemudian membelainya perlahan. “Maaf ya. Lenganmu sakit ya?” tanyanya serius mengamati lengan Eunhyuk yang tertutup kain jaket.

Dia tidak sadar bahwa dari posisi Eunhyuk, sikap duduknya memungkinkan Eunhyuk melihat sedikit belahan dadanya.

Ya ampun, aku harus berkonsentrasi pada jalanan, pikir Eunhyuk gugup. “Aku ga papa, lepasin tanganku, kamu ngeganggu gerakanku, tau?”

Miho manyun. Diperhatikan kok malah dibilang ngeganggu! Dipukulnya lengan Eunhyuk sekali lagi keras-keras lalu dia ngambek tidak mau melihat Eunhyuk. Mereka terus berdiam diri sampai tiba di depan teater Miho yang ternyata tidak jauh. Eunhyuk turun bersama Miho setelah mengenakan kembali masker dan kacamatanya. Dibukanya bagasi dan diambilnya sepasang sepatu kets. “Pakai ini,” dia mengangsurkan sepatunya pada Miho.

Miho menunduk bergantian melihat sepatu itu dan kakinya yang hanya bersepatu sebelah. Terpaksa dia menuruti Eunhyuk. “Akan aku kembalikan secepatnya,” katanya sambil memakai sepatu itu dengan berpegangan pada Eunhyuk.

Eunhyuk membantu Miho menjaga keseimbangan dengan memegangi pinggangnya. Ya ampun, pinggangnya ramping sekali. Untuk mengalihkan pikirannya yang kemana-mana, Eunhyuk memaksa mulutnya berbicara, “Memang ngapain kamu di sini? Bukan pentas kan?”

“Bukan,” sahut Miho sambil memasang tali sepatu sebelah kiri. “Aku ada latihan untuk pentas dua bulan ke depan.”

“Oh… Latihannya setiap hari?” Eunhyuk bertanya lagi.

Miho menegakkan tubuhnya, tapi masih menunduk mengamati sepatu yang sudah terpasang di kakinya. Kebesaran, pikirnya. “Ya, kecuali akhir pekan,” jawabnya sambil tanpa sadar berpegangan pada satu bahu Eunhyuk. “Sepatunya kegedean~” keluh Miho manja.

Eunhyuk melihat ke arah kaki Miho. Kelihatannya memang begitu. Lalu matanya menangkap sesuatu tersangkut di rambut Miho. Refleks tangannya yang bebas mengambil kotoran itu, “Ya mau gimana lagi? Udah pake aja dulu deh. Daripada kamu muter-muter dulu nyari sepatu? Katanya tadi udah telat…” bujuknya sabar pada Miho. Ditunjukkannya kotoran yang tadi menyangkut di rambut Miho pada wanita itu.

Miho melihatnya kemudian mengambil dari jari Eunhyuk dan membuangnya sembarangan. “Makasih. Makasih juga tumpangannya,” katanya sambil nyengir.

Mau tidak mau Eunhyuk ikut nyengir. “Ya. Lain kali hati-hati,” pesannya.

Miho manyun. “Ini kan gara-gara hyungmu!” katanya menonyor dahi Eunhyuk yang tersembunyi oleh hoodie.

Eunhyuk tersenyum kecut lalu mendorong Miho ke pintu masuk. “Udah sana, masuk. Sampe jam berapa latihannya?”

Miho membenarkan letak tasnya dan menjawab, “Sampe jam 8.”

Eunhyuk mengangguk. Lalu Miho berbalik memasuki gedung tanpa berkata apa-apa lagi. Eunhyuk melirik jam tangannya dan memutuskan untuk bergegas ke studio. Waktunya tidak banyak lagi.

 

^^^

 

Di luar langit sudah gelap. Lampu ruang latihan sudah dinyalakan dari tadi. Di hadapan 40 orang yg terlibat dalam dramanya, Ji Sangryeol didampingi sepupunya, Oh Sanghee, mengakhiri latihan hari itu. Dia mengucapkan terima kasih pada semuanya dan membubarkan mereka.

Miho melangkah ke arah tasnya. Langkahnya terhenti oleh suara seseorang, “Akhirnya latihan juga ya?” itu suara Lee Donggun.

Miho berbalik ke arahnya dan tersenyum. Hari ini melelahkan, tapi latihannya sangat menyenangkan bagi Miho. Dia sangat menyukai seni peran. “Ya,” jawabnya pada Donggun. “Anda melihat semuanya?”

Donggun tertawa kecil, “Tidak, tidak semuanya. Hanya dua jam terakhir.”

Miho mengangkat alis, ingin mendengar kelanjutan kalimat Donggun, berharap mendapatkan tanggapan mengenai aktingnya, tapi rupanya pria itu bertekad hanya akan menyimpan pendapatnya untuk diri sendiri, jadi Miho tidak mendesak. “Miho ssi, ada yang ingin saya bicarakan,” Donggun malah membuka topik lain. Miho sudah tahu topik apa itu. Bahkan bisa dibilang dia sudah menunggunya dari tadi.

Mereka lalu berjalan berdua ke bangku penonton dan Donggun ternyata hanya bertanya samar mengenai kemungkinan Miho berhubungan dengan SME, mengingat dia mempunyai hubungan dengan Leeteuk. Miho mengabaikan bagian tentang ‘hubungan dengan Leeteuk’ dan hanya menjawab bahwa saat ini dirinya masih independen, belum memutuskan apapun. Wanita itu hanya memberi satu kepastian pada Donggun, yaitu bahwa ikatan pastinya saat ini adalah dengan drama yang sedang diperankannya. Itu saja.

Donggun terlihat puas, lalu langsung mengalihkan topik, menanyakan bagaimana Miho akan pulang dan menawarkan tumpangan padanya. Miho menolaknya dengan halus, lalu mereka berdua berpisah. Saat melihat punggung Donggun menjauh, Miho merasa intuisinya mengatakan bahwa dia akan memiliki hubungan yang lebih jauh dengan pria itu. Sesuatu pada sikapnya membuat Miho bisa percaya padanya. Makanya dia merasa tak perlu terburu-buru. Drama ini adalah fokus utamanya sekarang. Cukup begitu saja.

 

^^^

 

Dia akhirnya keluar gedung bersama yang lain. Mereka berbagi perasaan mengenai peran yang mereka mainkan, tertawa dan bercanda tentang sesuatu yang mereka kuasai bersama. Kebanyakan dari orang-orang itu sudah cukup lama dikenalnya, sehingga percakapan bisa mengalir dengan bebas dan menyenangkan. Tawa Miho terhenti ketika diluar dia melihat orang itu.

Dia bersandar dengan tangan dilipat di depan dada. Meski langit sudah gelap, kacamata hitamnya tetap terpasang. Hoodienya masih sama seperti tadi pagi, maskernya terpasang tapi tidak menutupi hidung. Dengan percaya diri cowok itu berdiri di pinggir jalan, yakin tidak ada yang akan mengenalinya. Yah, memang jalanan itu bukan jalanan yang ramai sih. Satu tangannya dilambaikan ketika melihat Miho.

Miho mengatakan pada teman-temannya bahwa dia dijemput, lalu dia meninggalkan mereka dan berjalan ke arah cowok itu. Di hadapannya, Miho tidak berniat sama sekali menanyakan mengapa cowok itu menjemputnya. Dia hanya tahu rasanya menyenangkan melihat cowok itu ada di sana, jadi dia nyengir lebar sekali. “Hyuk,” sapanya sambil memasukkan tangan ke kantung celana trainingnya.

 

^^^

 

Eunhyuk nyengir, lalu sadar bahwa maskernya menutupi cengirannya, jadi dia menutup mulutnya lagi. “Aku kosong, jadi aku mau memastikan keselamatan sepatuku.”

“Ciss!” Miho mendesis, tapi senyum tidak hilang dari wajahnya.

“Masuklah,” ujar cowok itu langsung berputar ke arah kursi pengemudi tanpa merasa perlu membukakan pintu untuk Miho.

Miho membuka pintu penumpang lalu masuk ke dalamnya. Sekejap saja mereka sudah meluncur pulang. Di dalam mobil, suasana diramaikan oleh suara keduanya yang saling bercanda, berdebat untuk hal-hal yang tidak penting, bahkan tak jarang saling memaki.

Di belakang mereka, lampu jalan berpendar menerangi para pejalan kaki yang tidak menyadari siapa yang baru saja nongkrong santai di tiangnya menunggui seorang wanita.

 

 

-cut-